beritakepri.id — Rumah Sakit Youan Beijing pada Februari 2020 mulai menguji obat Carrimycin untuk melihat kemannjuran dan keamanannya dalam mengobati infeksi virus corona jenis baru penyebab Covid-19. Obat yang secara khusus dikembangkan untuk saluran pernapasan atas ini telah terdaftar di Administrasi Produk Medis Nasional China.
Dengan nama ‘Bite’, antibiotik baru itu dikembangkan oleh Institute Medicinal Biotehnology (Akademi Ilmu Pengetahuan Medis China) dan Shenyang Tonglian Group Co Lts.
Diberitakan Kompas.com, sejarah pengobatan Carrimycin bermula pada 2003 ketika Institute Medicinal Biotechnology dan Shenyang Tonglian Group Co Lts memprakarsai kolaborasi untuk mengengambangkan perawatan ini. Dalam rentang waktu itu, mereka mematenkannya di 12 negara, termasuk Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, dan lain-lain.
Obat tersebut memiliki aktivitas antibakteri yang kuat serta penghambat mikoplasma dan klamidia tanpa menunjukkan resistensi. Carrimycin juga aktif melawan beberapa bakteri gram negatif (seperti clostridium difficile dan bacillus influenzae) dan jamur candida albicans. Kini, dengan dana dari pemerintah, penelitian itu menjadi salah satu riset kolaborasi besar di China yang melibatkan 520 pasien Covid-19.
Mengenal Carrimycin
Terkait pembahasan tentang Carrimycin, Pakar Farmakologi & Clinical Research Supporting Unit dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dr Nafrialdi, PhD, SpPD angkat bicara. Diwawancarai Kompas.com via telepon, Kamis (9/4/2020) sore, dia mengatakan bahwa Carrimycin merupakan suatu obat antibakterial atau antibiotik.
“Dari namanya pun, itu antibiotik. Karena ada golongan obat lain yang namanya mirip dengan itu. Seperti Erythromycin, Azithromycin, Alarithromycin, dan lain sebagainya, yang merupakan golongan makrolida,” kata Nafrialdi.
Dia menjelaskan, antibiotik memiliki beberapa golongan yang salah satunya adalah mikrolida. “(Antibiotik) yang namanya mycin, biasanya golongan mikrolida. Fungsinya yaitu untuk membunuh bakteri,” imbuhnya.
Jika Carrimycin merupakan obat antibakteri, efektifkah untuk melawan virus corona baru penyebab Covid-19?
Teka-teki Carrimycin mengobati corona
Dikatakan Nafrialdi, hal itu masih menjadi teka-teki yang harus dipecahkan melalui uji klinis. Menurutnya, hal ini sama seperti klorokuin yang kita tahu berfungsi untuk mengobati malaria. Di mana penelitian klorokuin di tahap in vitro (tabung reaksi) menunjukkan bahwa klorokuin dapat menghentikan pertumbuhan virus.
Penelitian seperti ini harus sampai pada tahap pengujian ke manusia dalam skala besar, baru dapat disimpulkan. “Itu (klorokuin) sama saja dengan ini (Carrimycin). Kita ingin tahu dulu, pengujian di tabung reaksi bagaimana, apa ada efeknya pada virus. Jika ada, baru diujikan ke manusia dalam skala besar,” ujar Nafrialdi.
Selain menguji pada manusia, diharapkan akan ada pembanding dengan obat lain yang dikonsumsi pasien. Hal ini juga untuk membuktikan apakah memang Carrimycin yang berfungsi mengobati Covid-19 atau pengaruh juga dari obat lain, khususnya obat antivirus yang dipakai.
Nafrialdi mengatakan, karena saat ini Carrimycin masih dalam tahap uji klinis di China dan belum ada hasilnya. Dia menyarankan untuk tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan.
Efek samping
Nafrialdi berkata, antibiotik golongan mikrolida memiliki efek samping yang cukup khas, yakni memengaruhi saluran cerna. “Bisa mual, muntah, sakit lambung. Itu efek samping umum untuk obat-obat yang diminum. Jadi tidak ada yang spesifik sekali,” ungkap Nafrialdi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Carrimycin Ramai Disebut dapat Perangi Covid-19, Obat Apa Itu?”.