Oleh A.A. Ritonga -– Koordinator CESA (Center for Education Study and Advocacy) Dompet Dhuafa Pendidikan
Sudah 73 tahun Indonesia merdeka, namun jumlah orang miskin masih diangka 70 juta jiwa (World Bank). Hutang negara per Juni 2018 mencapai Rp 5.191 triliyun. Sementara tujuh komoditi bahan pokok (beras, jagung, gandum, ubi kayu, kedelai, gula dan bawang putih) masih mengandalkan impor. Serta Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia berada diurutan 96 dari 180 negara (Transparency International), artinya korupsi masih jadi PR besar bangsa ini.
Potret Indonesia saat ini sepertinya masih jauh dari cita-cita para pendiri bangsa sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 45, yaitu, negara Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur. Apa yang salah? Padahal kekayaan alam negeri ini begitu melimpah. Tentu banyak faktor jika kita coba perdebatkan. Namun jika kita meraba lebih dalam akar dari semua persoalan krisis yang melanda negeri ini, kita akan menemukan muaranya: pendidikan.
Dunia pendidikanlah yang melahirkan para pemimpin bangsa, guru, ekonom, teknokrat, politisi, pengusaha dan sebagainya. Seharusnya sistem pendidikan kita melahirkan manusia yang berakhlak dan bertakwa, sebagaimana telah diamanatkan dalam UUD 45 pasal 31 ayat 2.
Namun faktanya ekonomi kita ambruk karena banyaknya pejabat yang korupsi, percaturan politik negeri ini disesaki oleh politisi busuk, orang-orang culas, pengkhianatan dan tipu menipu. Perekonomian negara ini dikuasai oleh pengusaha-pengusaha rakus nan serakah, diperparah dengan penegakan hukum yang amburadul. Hampir semua manusia tersebut lulusan perguruan tinggi.
Para pendiri bangsa telah membuat konsep manusia Indonesia yang ideal yaitu INSAN MULIA. Kunci negara yang adil dan makmur hanya akan bisa diwujudkan jika penduduknya beriman dan bertakwa. Hal ini merujuk pada firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Jika penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa maka akan Kami bukakan pintu keberkahan dari langit dan bumi, akan tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami itu, maka kami siksa mereka akibat perbuatan mereka” (QS: Al A’raf ayat 96).
Lalu mengapa pendidikan kita justru melahirkan banyak orang pintar yang biadab? Apa yang salah dengan sistem pendidikan kita?
Terhitung sejak tahun 1947 Indonesia telah mengganti kurikulum sebanyak 11 kali. Sudahkah kurikulum, materi ajar dan sistem pembelajaran, serta evaluasi hasil pendidikan di sekolah-sekolah kita, memprioritaskan terbentuknya konsep manusia Indonesia Ideal, yaitu manusia bertakwa yang adil dan beradab? Atau malah jauh panggang dari api?
Dr. Adian Husaini dalam buku terbarunya yang berjudul Reformasi Pendidikan Menuju Negara Adidaya 2045 mengajak kita khususnya umat Islam untuk berani mengevaluasi sistem pendidikan di Indonesia secara keseluruhan. Evaluasi ini mulai dari tujuan, kurikulum, jenjang pendidikan, dan standar kelulusan yang tak relevan dengan tujuan pendidikan yang telah diamanatkan oleh konstitusi.
Ajakan Dr. Adian ini bukan tanpa dasar. Dari aspek kurikulum, pendidikan Indonesia telah banyak disusupi oleh pemahaman sekuler. Misalnya bisa kita dapati dalam buku sejarah Indonesia untuk SMA Kelas X Kurikulum 2013, nenek moyang bangsa Indonesia digambarkan sebagai sebuah keluarga Homo Erectus.
Siapakah mereka? Manusia purba yang hidup 900 tahun lalu, mulutnya monyong dan telanjang bulat. Bahkan dalam rangkumannya, mengutip pendapat Charles Darwin, “Manusia sekarang adalah bentuk sempurna dari sisa-sisa kehidupan purbakala yang berkembang dari jenis hominid, bangsa kera”.
Pembelajaran apa yang diharapkan dari materi ajar yang demikian? Seharusnya sejarah dan science mampu membuat manusia maju mendekat pada penciptanya. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Semakin tinggi ilmu science seseorang semakin mundur jauh dari Sang Pencipta.
Lebih jauh lagi, buku ini mengkritisi alat ukur kelulusan siswa yang tak memasukkan moralitas (keimanan, akhlak dan ketakwaan) sebagai syarat kelulusan. Siswa dianggap telah lulus jika nilai mata pelajaran yang diujikan di Ujian Nasional telah mencapai atau melampaui syarat minimal. Sekalipun siswa tersebut sholatnya amburadul dan buta huruf Al-Qur’an. Padahal tujuan utama pendidikan nasional menurut UUD 45 adalah melahirkan manusia yang bertakwa.
Tak hanya mengkritisi, DR Adian Husaini menawarkan solusi yaitu sistem “pendidikan adab” melalui “Kurikulum Takwa”. Sebagaimana pendidikan yang telah dilakukan pada jaman Rasululullah SAW, sahabat, tabi’in dan ulama-ulama setelahnya. Kurikulum Takwa menempatkan ilmu secara adil dan beradab. Konsep ini meletakkan adab sebagai basis pendidikan, menempatkan ilmu-ilmu fardhu ‘ain sebagai sentral, dan dilengkapi dengan ilmu-ilmu fardhu kifayah secara proporsional, mengikuti potensi murid dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum Takwa juga menempatkan guru sebagai mujahid pekerja intelektual yang terhormat, bukan sebagai “tukang ngajar” yang diperlakukan seperti buruh.
Tujuan pendidikan adab dengan Kurikulum Takwa lebih fundamental melahirkan manusia yang baik (to be a good man). Sebab manusia yang baik secara otomatis akan menjadi warga negara yang baik. Ini berbeda dengan tujuan pendidikan sekuler yang hanya berorientasi menghasilkan warga negara yang baik (to be a good citizen). Padahal seorang yang menjadi warga negara yang baik belum tentu menjadi manusia baik.
Contohnya warga NAZI di Jerman. Mereka mengklaim sebagai warga negara yang baik, cinta tanah air dan bahwa apa yang mereka lakukan adalah benar. Meskipun mereka melakukan berbagai kejahatan terhadap ras atau bangsa lain.
Diharapkan dengan Kurikulum Takwa ini maka konsep membentuk manusia Indonesia ideal menemukan relevansinya. Tujuan menjadi negara yang berdaulat, adil dan makmur bukan sekedar mimpi di siang bolong. Kekayaan sumber daya alam yang melimpah akan dikelola oleh sumber daya manusia yang bertakwa. Kurikulum ini juga akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang amanah, aparat hukum yang menegakkan hukum dengan adil, pengusaha yang dermawan, dan para guru yang ikhlas mendidik dan mengajarkan ilmunya.
Dengan demikian, pintu-pintu keberkahan akan terbuka dari langit, bumi dan lautan. Maka kemakmuran akan meliputi seluruh rakyat. Indonesia akan menjadi negara kaya raya, dengan peradaban yang tinggi. Insya Allah.