beritakepri.id, TANJUNGPINANG — Sempat tutup akibat razia besar-besaran yang dipimpin langsung Kapolres Bintan, AKBP Bambang Sugihartono beberapa waktu lalu, penambangan pasir illegal di Bintan ternyata masih beroperasi. Keterlibatan oknum penegak hukum sebagai pelindung aktivitas ini menjadi sorotan masyarakat. Keseriusan dan ketegasan tim gabungan yang terdiri dari Kepolisian, TNI, Satpol PP dan Dinas ESDM Provinsi Kepri pun dipertanyakan.
Kepada beritakepri.id Jum’at (13/11/2020) lalu, salah seorang supir lori pengangkut pasir, Amri (bukan nama sebenarnya,red) secara tegas dan tanpa keraguan mengatakan bahwa benar ada tambang pasir yang sudah beroperasi kembali. Salah satunya berlokasi di jalan menuju Pantai Trikora atau seberang pelabuhan Hotel Nikoi Island, Kawal. Dia juga menyebutkan beberapa lokasi lainnya.
Baca juga:Â https://beritakepri.id/kapolres-bintan-pimpin-tim-penertiban-tambang-pasir-illegal-dan-tangkap-pelaku/
Dan memang benar ketika ditelusuri, aktivitas penambangan pasir tengah berlangsung. Amri mengaku tak paham kenapa lokasi yang pernah digrebek pada bulan Juli lalu itu, yang menurut Kapolres Bintan menyebabkan keresahan dan merusak lingkungan, bisa beroperasi kembali.
“Mungkin ada yang peganglah (beking,red). Pasti ada oknum-oknum yang terlibat. Masa iya bisa buka lagi. Jelas-jelas lokasi itu pernah digerebek. Macam main-main aja razianya, sekejap tutup, sekejap buka,” tuding Amri sembari berkali menyebutkan penyesalan dan kekecewaan.
Baca juga:Â https://beritakepri.id/disebut-ada-bekingan-tambang-pasir-illegal-di-bintan-masih-beraktivitas/
Sebagai sopir lori, sebenarnya Amri tidak menginginkan pihak berwenang menutup secara total penambangan pasir. Sebab, ia dan beberapa rekan lainnya menggantungkan harapan hidup untuk menafkahi keluarga dari aktivitas tersebut. Cuma ia berharap kepastian atau kesungguhan aparat dalam penegakan hukum.
“Jangan panas-panas sesaat. Razia gabungan besar-besaran dan menangkap beberapa penambang kecil yang hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sementara penambang lainnya dibiarkan beroperasi. Kami bekerja hanya untuk cari makan, bukan untuk cari kaya. Kalau tutup, ya tutup semuanya. Kalau buka, ya buka juga semuanya, jangan tertentu saja,” cetusnya.
Sejak razia itu, kisah Amri, harga pasir mulai mahal. Untuk satu kubik sudah 100 ribuan. Rata-rata bak lori bisa mengangkut pasir sekitar 3 atau 4 kubik. Selain biaya pasir, sopir lori juga dikenakan biaya portal.
“Ada bayaran portal Rp55 ribu dan ada juga yang Rp75 ribu. Tergantung lokasi kalau portal ini. Jadi, harga pasir satu lori di lokasi bisa Rp350 ribu. Itupun kita harus ngantri cukup lama untuk mengangkutnya. Sehari paling bisa dua trip. Makanya ketika dijual lagi, harganya berkisar Rp600-750 ribu,” terangnya.
Rayan, warga Tanjungpinang, belakangan ini mengeluh dengan kondisi susahnya mendapatkan pasir untuk kebutuhan pembangunan. Dia juga mendengar cerita soal buka tutupnya penambangan pasir di beberapa wilayah Bintan. Bukan hanya beberapa bulan belakangan ini saja.
“Dari dulu begitu. Tutup, lalu buka lagi. Ditutup, lalu buka lagi. Kenapa? Tak adakah solusi lebih baik selain dari itu. Meski ada beberapa yang ditindak aparat, kesannya tetap saja ini menjadi semacam permainan. Sehingga dugaan ada aparat yang melindungi atau yang membekingi untuk meraup keuntungan tak resmi cukup kuat indikasinya. Yang jadi korban tetap masyarakat. Tolonglah tegas dan konsisten menegakkan aturan,” harapnya.
Meski susah dan harga melambung, Rayan masih dapat membeli pasir secara langsung dari supir lori kenalannya. Dia tau bahwa pasir itu dari aktivitas penambangan illegal. Dia menyebutnya dengan istilah ‘pasir gelap’.
“Pasir gelap ni maksud saye pasir yang tak berizinlah. Terpaksa membeli secara gelap juga lewat sopir lori. Sebab kalau pasir berizin atau beli di toko bangunan, harganya jauh lebih tinggi,” sebutnya seraya menaruh curiga, jangan-jangan pasir yang dijual toko juga sebenarnya pasir illegal.
Di Bintan, menurut Kepala Sesi Teknik dan Lingkungan Pertambangan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kepri, Reza Muzammil Jufri, hanya ada satu perusahaan tambang pasir yang memiliki izin. Yakni PT Gunung Mario Lagaligo di Kampung Mansur, Tembeling. Perusahaan tersebut sudah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Operasi Produksi (OP).
“Selain perusahaan tersebut, bila melakukan kegiatan penambangan pasir, artinya kegiatan tersebut illegal,” ungkapnya.
Baca juga:Â https://beritakepri.id/hanya-satu-perusahaan-tambang-pasir-berizin-di-bintan-yang-lainnya-mencuri/
Dijelaskan Reza, mengambil barang tanpa izin adalah mencuri, karena bumi air dan yang terdapat didalamnya adalah milik negara. Kalau sudah terkait pidana, yang berwenang menindak adalah aparat hukum, PPNS atau kepolisian. Dalam UU No 4 Tahun 2009 disebutkan setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak seratus miliar rupiah.
Sudah terang benderang hukum dan aturan mengenai aktivitas penambangan pasir illegal tersebut. Mengapa aparat lemah dalam penegakan? Patut dipertanyakan.(BK/Cha)