Beranda Berita Utama Setelah Johor Menjadi Padang Jalak, Padang Tekukur

Setelah Johor Menjadi Padang Jalak, Padang Tekukur

0
Rida K Liamsi

Kesultanan Riau , Lingga, Johor dan Pahang , Jejak Terakhir Kemaharajaan Melayu

Oleh : Rida K Liamsi

“Ini negeri celaka , baik kita pindah ke Riau “
Kata Raja Kecik, alias Abdul Jalil Rahmat Syah, Sultan Johor ketika itu setelah dia berhasil merampas tahta Kerajaan Johor dari tangan Sultan sebelumnya, Abdul Jalil Riayat Syah (Tuhfat al-Nafis,Virginia Matheson (ed), 1998). Ada juga catatan lain, yang menyebutkan“ Negeri ini sudah jadi padang jalak, padang tekukur , baik kita pindah ke Riau“

Kata-kata itu diucapkan Raja Kecik tahun 1717, tak lama setelah dia berhasil naik tahta, dan menyaksikan ibukota kerajaan Johor ketika itu, sudah porak poranda akibat perang saudara memperebutkan tahta Kerajaan Johor.

“Maka lalu ia pindah ke Riau. Apabila sampai di Riau membuatlah istana berbunga lawangkan emas. Maka diperintahkan nya lah Riau dengan segala rakyatnya yang di laut -laut, dan setengah di dalam perintah Sultan Abdul Jalil. Maka huru haralah kerajaan Johor ketika itu, tiada ketentuan “ ( op.cit ).

Berdasarkan catatan itu, jelas bahwa Kerajaan Johor, Riau, Pahang dan Terengganu yang diasazkan sultan Alaudin Riayat Syah II tahun 1528, telah runtuh dan berakhir. Karena semenjak kepindahan ibukotanya ke Ulu Riau atau Sungai Carang , tahun 1717 itu, ibukotanya tak pernah lagi pindah ke semenanjung. Meskipun keturunan penguasanya adalah keturunan Sultan Johor dari dinasti Bendahara, tetapi sistim pemerintahan dan tatanan, serta tradisi adat istiadat berubah karena ada kekuatan lain yang ikut campur dan mengubah nya. Hakekatnya , kerajaan ( Kesultanan ) melayu yang eksis di Ulu Riau tahun 1722 sampai tumbang tahun 1913, bukan Kesultanan atau Kerajaan Johor, Riau, Pahang dan Lingga. Baik sebahagian maupun seluruhnya.

Kerajaan Johor yang didirikan Alaudin Riayat Syah II ini kemudian pecah tiga, menjadi Kerajaan Riau, Lingga, Johor dan Pahang ( 1722) . Menjadi kerajaan Siak Seri Indrapura ( 1723) dan Kerajaan Terengganu ( 1724 ).

Artinya , sejak tahun 1722 itu, kerajaan Melayu yang eksis di Ulu Sungai Riau ( sungai Carang ), bukan lagi Kerajaan Johor, Riau, Pahang dan Terengganu. Kalaupun ada sementara buku atau pihak yang menuiis dan menamakan kerajaan ini sebagai kerajaan Johor , Riau, Pahang dan Terengganu, itu hanya klaim dari sementara penulis sejarah, yang mengabaikan catatan dan logika sejarah , dan argumentasi serta tafsir sejarah yang benar dan masuk akal. Klaim yang bersifat politis. Bukankah ada adagium : Menulis sejarah itu, adalah proses menafsir ulang dan menulis kembali peristiwa masa lalu berdasarkan visi dan misi penulisnya.

Mengapa Kerajaan yang ibukotanya eksis di Sungai Carang tahun 1722, lalu pindah ke Lingga tahun 1787, lalu pindah ke Penyengat tahun 1900 itu, bukan lagi Kerajaan Johor , Riau, Pahang dan Lingga?

Baca Juga :  HMR Pemimpin yang Terus Membangun dan Membangun, Tangguh, Visioner, Banyak Berkarya

1. Semenjak ibukotanya pindah dari Johor Lama tahun 1717, ke Ulu Riau, tidak lagi pernah pindah kembali ke daratan Johor atau Semenanjung , sampai Kerajaan Riau, Lingga ( Johor dan Pahang sudah menjadi kerajaan sendiri ) ini , runtuh tahun 1913, dan jatuh sepenuhnya ke tangan Belanda. Selama lebih 190 tahun, tetap berada di Kepulauan Riau sekarang, dan tidak pernah pindah ke Johor, semenanjung. Sejak 1722, Johor dan Singapura, menjadi negeri pegangan Temenggung. Sementara Pahang menjadi pegangan Bendahara.

2. Logika sejarah yang demikian ini dapat dilihat dari sejarah berdirinya kerajaan Johor, tahun 1528. Pendirinya dikatakan adalah Alaudin Riayat Syah, putera Mahmud Syah Melaka yang wafat tahun 1526 di Pekan Tua, Kampar ( Riau daratan sekarang ). Bukankah Alaudin Riayat Syah itu adalah pengganti Mahmud Syah sebagai Sultan Melaka. Walaupun kemudian dia mendirikan kerajaan baru yang dikatakan bernama kerajaan Johor , tapi johorvsdalah bahagian dari wilyah Melaka. Bukankah Alaudin penerus Sultan Mahmud. Mengapa kerajaan yang baru itu tidak disebut kerajaan Melaka, Johor, Riau dan Pahang , karena Johor mengklaim semua wilayah taklukan Melaka menjadi wilayah taklukan Johor ? Bukankah semua tradisi dan adat istiadat pemerintahan di Johor itu meneruskan adat istiadat Melaka. Bukankah ibukota kerajaan Johor itu ( meskipun berpindah pindah di kawasan Johor ) tidak pernah pindah ke Melaka, sampai runtuh tahun 1717 ? Logika sejarah, nama sebuah kerajaan selalu mengikut tempat dimana ibukota atau pusat pemerintahannya berada , untuk waktu yang panjang, bukan sementara seperti yang pernah dilakukan kerajaan Melaka ( yang pernah pindah ke Bintan dan Pekantua ) atau Johor yang pernah beberapa kali pindah ke Ulu Riau sebagai ibukota sementara ( di era Sultan Ibrahim Syah, Tun Abdul Jalil dan Raja Kecik ), jadi mengapa kerajaan yang beribukota di Riau selama lebih 190 tahun dipaksa untuk menamakan dirinya kerajaan Johor? Apa karena keturunan Sultan yang memerintah di Riau keturunan Sultan Johor Abdul Jalil Riayat Syah ? Tapi mengapa Kerajaan yang didirikan Sultan Alaudin Riayat Syah keturunan Sultan Melaka tidak dinamakan kerajaan Melaka.?

3. Pentadbiran kerajaan Riau, Johor, Pahang, Lingga sejak tahun 1722, telah menjalankan sistim pemerintahan , sama sekali berbeda dengan tradisi Johor dan juga Melaka. Di Riau, Lingga, Johor dan Pahang ada persekutuan Melayu Bugis, yang mengubah semua cara dan tatanan pemerintahan. Adanya jabatan Yang Dipertuan Muda, bukan hanya sekadar sebagai Wakil Sultan, tetapi berkuasa penuh atas angkatan perang, politik luar negeri dan ekonomi. Apakah di Johor dulu ada sistim pemerintahan Melayu Bugis seperti ini ? Mungkin di Selangor tapi itu sistim pemerintahan Bugis Melayu bukan Melayu Bugis. Yang pada level tertentu sangat berbeda dengan Riau, Johor, Pahang dan Lingga.

Baca Juga :  Dibuka Bupati, Musrenbang RKPD Lingga Ditutup Sekda

4. Kerajaan Riau , Lingga, Johor dan Pahang sempat pecah dua, tahum 1819, Ketika Tengku Husin putera Mahmud Riayat Syah, berhasil menjadi Sultan di Singapura atas dukungan Temenggung Abdul Rahman dan Inggeris. Tetapi eksistensi kerajaan Riau masih utuh , karena Pahang tetap mengakui Sultan Riau Lingga sebagai pusat kekuasaan . Kerajaan Singapura, hanya menguasai Singapura dan Johor.

5. Meskipun ada Traktat London tahun 1824 yang memisahkan kawasan semenanjung dan Kepulauan Riau sebaga i wilayah jajahan Belanda dan Inggeris , tapi daulat Sultan Riau Lingga tetap ada. Pahang tetap menyembah ke Riau sampai tahun 1888, sampai Inggeris menobatkan Bendahara Wan Ahmad sebagai Sultan Pahang dan dengan itu Pahang lepas dari Riau. Tinggal Riau dan Lingga, maka Kerajaan ini kemudian disebut sebagai Kerajaan Riau Lingga.

6. Kerajaan Johor , baru ada lagi, setelah tahun 1885, Temenggung Maharaja Tun Abu Bakar dilantik Inggeris sebagai Sultan Johor, sementara Singapura jatuh ke tangan Inggeris . Keturunan Sultan Husin Syah hanya berkuasa di Kasang dan Muar, sebelum dianeksasi oleh Johor.

7. Dalam konteks penerus secara penuh kerajaan Johor setelah 1717, yang dapat diklaim sebagai penerus Johor itu adalah Siak, karena Raja Kecik , meskipun sudah menjadi sultan di kerajaan baru , Siak Seri Indrapura, tapi dia tetap memakai Gelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, gelar ketika tahun 1717 dia menaiki tahta Johor. Gelar itu dipakainya sampai wafat tahun 1740. Meskipun tradisi dan sistim pemerintah di Siak sangat berbeda dengan tradisi Johor . Lebih dekat dengan tradisi Minangkabau.

8. Kalau dalam catatan sejarah dan dekumen Belanda, kerajaan Riau, Johor, Pahang dan Lingga disebut sebagai kerajaan Johor , Riau dan Pahang, itu karena strategi politik Belanda yang menempatkan Gubernur nya di Melaka. Dengan strategi seperti itu , Belanda ingin menguasai semua wilayah yang dikuasai Johor. Termasuk Riau dan Siak. Buku sejarah “ Belanda di Johor dan Siak “ yang ditulis E Nietcher, bekas Residen Belanda di Tanjungpinang, sangat Belanda sentris. Tahun dan peristiwa sejarah mungkin ya, tapi opini dan tafsirannya, sama sekali tidak boleh dipakai, karena ditulis dari sudut pandang Belanda, sudut pandang Penjajah.

9. Pemerintah Indonesia telah menetapkan tiga pahlawan nasional dari Kepulauan Riau ( wilayah yang dahulu adalah wilayah kekuasaan Riau, Lingga, Johor dan Pahang ). Pahlawan nasional Raja Haji Fisabilillah. Pahlawan Nasional Sultan Mahmud Riayat Syah. Pahlawan nasional Raja Ali Haji. Ketiganya hidup dan berjuang di masa kesultanan Riau, Johor, Pahang dan Lingga. Dalam kontek politik pemrrintahan dan nasionalisme, Logiskah gelar pahlawan nasional itu diberikan kalau mereka itu bukan dari bahagian dari Sejarah Indonesia ? Jadi jelas bahwa Kesultanan ( Kerajaan ) Riau, Lingga, Johor dan Pahang itu, bahagian dari sejarah Indonsia. Mungkin priodesasinya dan penamaan kerajaannyacl bisa dipilah : kerajaan Riau, johor , Pahang , dan Lingga ( 1722-1819) , Kerajaan Riau Lingga Pahang ( 1819-1888 ), Kerajaan Riau Lingga ( 1888- 1900 ). Kerajaan Riau ( 1900-1913).

Baca Juga :  Pembunuh Bayaran Dibayar Rp200 Juta Pakai Uang Perusahaan?

10. Dari catatan diatas jelas bahwa Kerajaan Riau Johor Pahang dan Lingga ( 1722-1913 ) adalah bahagian dari Sejarah Indonesia dan klaim klaim sejarah yang ada selama ini yang menyatakan kesrajaan Riau, Lingga, Johor dan Pahang debagai bahagian dari sejarah Johor dan Malaysia , harus ditolak karena menyesatkan. Catatan ini ditulis dari persfektif Indonesia, sebuah negeri yang merdeka dan berdaulat sejak tahun 1945, yang didalam wilayah kekuasaan nya terdapat Kepulauan Riau yang dahulu merupakan inti Kesultanan Riau, Johor, Pahang dan Lingga.

11. Kesultanan Riau, adalah jejak terakhir dari Imperium ( empayar ) Melayu yang ujud sejak masa kerajaan Bintan 1160 M sampai berakhir di Siak Seri Inderapura, 1946.

12. Makalah saya ini sebenarnya sebuah catatan untuk menanggapi makalah atau kertas kerja enchik Kamdi Kamil dari Persatuan Sejarawan Malaysia Cawangan Johor. Yang hendak dibentangkan pada acara FGD yang dalam rangja Hsri Marwah, 15 Mei 2023. Tetapi karena ada sesuatu dan kain? Makalah itu tudak jadibdisajikan. Tapi bagaimanapun makalahvsaya ini patut disampaikan untuk keientingan kesejarahan. Mudah mudahan ada gunanya. Terima kasih.,

Rida K Liamsi, anggota Kehormatan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI)

Daftar Rujukan

1.Abdul Kadir Ibrahim, dkk, Bintan Dan Jejak Sejarahnya, Tanjungpinang, 2023.

2.Abdul Malik, dkk, Kepulauan Riau dan Jejak Sejarahnya, Tanjungpinang, 2023.

3.Ahmad Dahlan , Sejarah Melayu, Jkt, 2014.

4.Anastasia Wiwik Suwaswati, dkk, Lingga dan Jejak Sejarahnya , Tanjungpinang, 2023.

5.Aswandi Syahri, Temenggung Abdul Jamal, Batam, 2007.

6.Atmadinata, dkk, Penyengat dan Jejak Sejarahnya, Tanjungpinang, 2023.

7.E Netscher, Belanda di Johor dan Siak , 1602 – 1865, Wan Ghalib dlk, translater, Pekanbaru, 2002.

8.Mardiana Nordin, Politik Kerajaan Johor 1718-1885, Kuala Lunpur, 2008.

9.Pocut Haslinda, Tun Seri Laamg, Tokoh Sejarah Dua Bangsa, Jakarta, 2011.

10. Raja Ahmad dan Raja Ali Haji, Tuhfat Al-Nafis, Virginua Matheson Hocker, 1998, kuala Lumpur.

11. Rida K Liamsi , dkk, Sungai Carang dan Jejak Sejarahnya, Tanjungpinang, 2023.

12. Rida K Liamsi, Badai Politik di Kemaharajaan Melayu, 1160-1946, Jakarta, 2015.

13. Rida K Liamsi, Luka Sejarah Husin Syah , Jakarta, 2020.

14. Rendra Setyadiharja, dkk, Perang Riau di dalam Tuhfat Al-Nafis, Tanjungpinang, 2023.

15.Tun Sri Lanang, Sejarah Melayu, W Shellabear ( ed ) Kuala Lumpur, 2018.

16.OK Nizami Jamil , Sejarah Siak Seri Inderapura, Pekanbaru, 2010.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here