Beranda Kolom Opini Wartawan dan Kongres Bahasa Indonesia

Wartawan dan Kongres Bahasa Indonesia

0
Foto ini disalin dari buku "Adinegoro, Pelopor Jurnalistik Indonesia" karangan Soebagijo I.N.

Wartawan adalah penggagas dan pelaksana Kongres Bahasa Indonesia yang pertama pada 25-28 Juni 1938 di Solo. Sumanang, Sudarjo Tjokrosisworo, Adinegoro, dan Tabrani adalah beberapa nama yang aktif untuk kongres tersebut. Sumanang ikut dalam dalam diskusi-diskusi tentang bahasa sebagai penulis, Sudarjo dalam pelaksanaan kongres, sedangkan Djamaluddin Adinegoro dan M. Tabrani ikut menyumbangkan pikiran seperti para pakar bahasa saat itu.

Adinegoro berbicara tentang bahasa Indonesia di dalam persuratkabaran sedangkan Tabrani menyumbangkan gagasan tentang mempercepat penyebaran bahasa Indonesia. Judul prasaran Tabrani waktu itu bukan “mempercepat” tetapi “mencepatkan”.

Tokoh lain yang memberi prasaran dalam kongres itu adalah Ki Hadjar Dewantara (Bahasa Indonesia dalam Pergaulan), Amir Syarifudin (Menyesuaikan Kata dan Paham Asing kepada Bahasa Indonesia), Muhammad Yamin (Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan dan Bahasa Kebudayaan), Sukardjo Wijopranoto (Bahasa Indonesia dalam Badan Perwakilan, diwakilkan kepada R. Pandji Suroso), Sutan Takdir Alisjahbana (Pembaharuan Bahasa dan Usaha Mengaturnya), Sutan Pamuntjak (Dalil-dalil tentang Ejaan Bahaasa Indonesia), Sanusi Pane (dua makalah tentang Sejarah Bahasa Indonesia dan Institut Bahasa Indonesia).

Baca Juga :  Rida K Liamsi dan Ramon Damora, dari Kepri Jadi Pengurus PWI Pusat

Menurut buku Setengah Abad Bahasa Indonesia yang disusun oleh Yusuf Abdullah Puar (Idayus, Jakarta, 1980), Adinegoro menyarankan untuk adanya perubahan dalam bahasa Indonesia, yang sudah dianggap bahasa persatuan. Juga perlu menetapkan batas-batas bahasa Indonesia, kemudian juga menentukan garis kemajuan yang menambah kekayaan bahasa Indonesia. Surat kabar adalah tanah yang sesubur-suburnya untuk menerima bibit baru bahasa Indonesia.

“Kewajiban wartawan ialah menurut evolusi bahasa Indonesia dan mengencangkan jalan evolusi itu,” katanya seperti yang dicatat dalam sinopsis kongres itu. Maksudnya, membuat kencang evolusi itu.
Ia memberi tambahan, koran harus dirasakan publik sebagai satu keperluan hidup dan memperbaiki bahasa dalam akhbar berarti memperbaiki kehidupan surat kabar. Kemajuan bahasa Indonesia bergantung kepada kecerdaasan dan keluasan (kelapangan) pikiran wartawan serta kemajuan jurnalistik Indonesia, begitu tambahnya.

Baca Juga :  Tinjau Makam Tua di Lokasi Tambang, Wagub Kepri: Ternyata Masih Utuh

Sedangkan Tabrani berpendapat, gerakan bahasa Indonesia bukan gerakan merombak, melainkan menyusun perwujudan dari Sumpah Pemuda, yaitu bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu. Ia pun menyarankan dibentuknya Institut Bahasa Indonesia yang bertugas menyarankan kepada pemerintah untuk diajarkannya bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dari tingkat rendah sampai tinggi tinggi. Juga dipakai pada badan-badan perwakilan, di samping bahasa Belanda.

Ia pun menyarankan agar yang diterima sebagai pegawai negeri mereka yang sedikit banyak memahami bahasa Indonesia.

Itulah pendapat dua wartawan yang ikut dalam Kongres Bahasa Indonesia Pertama.

Baca Juga :  Journalist Boarding School, Bangun Karakter Siddiq-Amanah-Tabligh Fathanah

(Foto disalin dari buku “Adinegoro, Pelopor Jurnalistik Indonesia” karangan Soebagijo I.N.)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here