beritakepri.id, TANJUNGPINANG — Bunda Tagana Kepri, Noor Lizah Nurdin segera mempersiapkan kelompok Kampung Siaga Bencana (KSB) Kepri seperti KSB Mahameru. Untuk itu Noor Lizah langsung mengunjungi Desa Gubugklakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, dimana KSB Mahameru berada yang menjadi KSB percontohan se Indonesia tersebut.
“Saya ke sini untuk belajar langsung kepada penduduk Desa Gubugklakah bagaimana cara dan kiatnya sehingga hampir seluruh masyarakat desa sadar penanganan bencana. Apa strateginya supaya kami juga bisa sedikit banyak terapkan di Kepri,” kata Noor Lizah Nurdin, Rabu (10/4) malam di Desa Gubugklakah.
Selain itu, Noor Lizah juga memuji KSB Mahameru karena yang aktif dalam KSB tersebut 85 persen adalah ibu-ibu penduduk desa.
Provinsi Kepri sendiri, lanjut Noor Lizah sudah ada mempunyain 14 KSB. Hanya saja kesiapan masyarakat untuk tanggap bencana belum begitu melekat ke hati masyarakat.
“Ini masih menjadi PR kami di Tagana Kepri. Dukungan penuh dari masyarakat sangat kami butuhkan. Mengingat Kepri wilayah kepulauan yang sewaktu-waktu bisa juga mengalami bencana,” ungkapnya.
Kepala Dinas Sosial Kepri, Doli Boniara menjelaskan fungsi KSB adalah melakukan pendampingan terhadap masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana.
Tugas kelompok ini mengawal dengan edukasi serta mitigasi terhadap masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana.
”Istilahnya living harmony with disaster, maksudnya masyarakat siap dan tanggap jika sewaktu-waktu tempat tinggalnya terkena bencana,” jelasnya.
Doli menambahkan melalui pendidikan tanggap bencana, maka masyarakat lebih mengenal gejala alam yang terjadi di sekitarnya. Dengan demikian, masyarakat tidak akan mudah trauma, melainkan justru siaga dan tanggap dalam melakukan evakuasi
Sementara itu Kepala Desa Gubugklakah, Ngadiono berkisah, pada awalnya dibentuk tahun 2017, KSB Mahameru hanya beranggotakan 20 orang. Kemudian menjadi 60 orang dan sekarang sudah 85 persen dari penduduk desa menjadi anggota aktif di KSB Mahameru. KSB Mahameru membawahi tiga desa yakni Gubugklakah, Ngadas dan Pandansari.
“Kiprahnya saat ini sudah sangat bersinergi dengan Kabupaten Malang dan Provinsi Jatim. Penduduk KSB kami sudah siaga dengan bencana,” jelasnya.
Menurut Ngadiono, KSB Mahameru meski baru, tetapi sudah bisa mempersiapkan masyarakat tanggap bencana dengan baik. Hal tersebut dibuktikan pada penanganan longsor baru-baru ini di kaki Gunung Bromo.
Salah satu kiatnya adalah KSB Mahameru harus melakukan tupoksi nyata di lapangan. Mengikuti dengan rutin pelatihan-pelatihan tanggap bencana yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Kabupaten Malang maupun provinsi. Serta dengan rutin dan kontiniu menyadarkan masyarakat bahwa lokasi tempat tinggal mereka masuk dalam wilayah rawan bencana. “Kuncinya tupoksi KSB harus nyata di lapangan dan kita jaga keberlangsungannya,” tegasnya.
Dari pengalaman mengurus KSB Mahameru, Ngadiono mengajak Tagana seluruh Indonesia untuk berjuang agar Tagana bisa masuk dalam struktur Kepemerintahan seperti Karang Taruna. Sehingga kebutuhan-kebutuhan dasar untuk KSB seperti kendaraan operasional, tandu, kantong mayat, peralatan P3K dan Ambulan bisa cepat dipenuhi. Untuk KSB Mahameru selama ini lebih banyak dari partisipasi masyarakat. (BK/R)