Oleh: Untung Wahyudi
Tidak dapat dimungkiri bahwa selama ini kita memang sudah tergerus budaya dan bahasa asing. Tak sedikit dari kita yang merasa hebat dan keren karena bisa menguasai berbagai bahasa asing dan mengimplementasikannya dalam sehari-hari. Sehingga, dalam berbagai kesempatan kerap sekali berbicara atau sekadar berseloroh dengan menggunakan bahasa asing.
Padahal, selain kemampuan bertutur dalam bahasa nasional dan asing, berutur dalam bahasa daerah bukanlah “kampungan”, tapi justru merupakan suatu kehebatan. Mempertahankan bahasa daerah adalah tugas kita bersama sehingga bahasa daerah tidak akan punah. Menggunakannya dalam percakapan sehari-hari pun bukanlah tindakan “udik” atau “katrok”.
Dalam rangka merevitalisasi bahasa daerah, Kemendikbudristek telah berupaya untuk melestarikan dan memajukan bahasa daerah. Hal ini menjadi bagian dari program Merdeka Belajar episode 17 yaitu tentang “Program Revitalisasi Daerah”. Program ini telah diluncurkan pada Februari 2022 lalu.
Dilansir dari siaran pers Kemendikbudristek Nomor: 431/sipers/A6/IX/2024, revitalisasi bahasa daerah perlu dilakukan mengingat 718 bahasa daerah di Indonesia, sebagian besar kondisinya mengalami kemunduran, kritis, bahkan terancam punah. Sasaran dari revitalisasi bahasa daerah ini, seperti yang pernah dikatakan Mendikbudristek Nadiem Makarim adalah 1.491 komunitas penutur bahasa daerah, 29.370 guru, 17.955 kepala sekolah, 1.175 pengawas, serta 1,5 juta siswa di 15.236 sekolah. Sasaran ini telah tercapai dan akan terus dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya.
Menyelamatkan Eksistensi Bahasa Daerah
Diperlukan langkah nyata untuk menyelamatkan eksisetensi bahasa daerah yang saat ini mulai punah karena sudah jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Mendikbudristek menyatakan bahwa penting sekali untuk mendokumentasikan secara fisik melalui buku-buku bacaan, tata bahasa, kamus, dan sebagainya, baik dalam bentuk cetak maupun digital.
Dikutip dari antaranews.com, salah satu cara untuk melestarikan bahasa daerah adalah dengan melibatkan setiap elemen pemangku kepentingan yaitu pemerintah pusat, pemda dan penutur muda. Pelaksanaan terintegrasi dengan sekolah, keluarga, serta masyarakat, dengan pengutamaan media digital dan fleksibilitas, sesuai dengan situasi kondisi daerah.
Agar bahasa daerah dapat terjaga dari kepunahan, para penutur muda dapat menjadi penutur aktif bahasa daerah dan memiliki kemauan untuk mempelajari bahasa daerah dengan penuh suka cita melalui media yang disukai.
Meski terlihat cukup sederhana, namun para penutur muda mengemban peran penting untuk menjaga kelangsungan hidup bahasa dan sastra Indonesia, dengan menciptakan ruang kreativitas dan kemerdekaan bagi para penutur bahasa daerah guna mempertahankan bahasanya menemukan fungsi, juga ranah baru, dari sebuah bahasa dan sastra daerah (antaranews.com).
Lomba Menulis Cerita Daerah
Sebagaimana dikatakan Mendikbudristek Nadiem Makarim, salah satu cara melestarikan bahasa dan kebudayaan daerah adalah dengan mengabadikannya dalam bentuk fisik yaitu melalui buku-buku cerita berbahasa daerah. Hal ini sebagaimana telah dilaksanakan oleh beberapa badan bahasa di daerah melalui sayembara penulisan cerita anak dengan menggunakan bahasa daerah.
Ada banyak tema yang lazim dilombakan. Beberapa di antaranya tentang alam dan lingkungan, ekonomi kreatif, pengembangan diri, seni budaya, pariwisata dan lainnya. Tema yang beragam membuat kita lebih banyak memiliki bahan bacaan sehingga generasi muda memiliki banyak referensi bacaan di masa akan datang.
Selain melalui bahan bacaan, melestarikan bahasa daerah bisa dengan cara menggelar lomba bertutur atau mendongeng dengan bahasa daerah. Lewat lomba mendongeng bahasa daerah, siswa atau anak muda dituntut untuk lebih semangat mempelajari bahasa (lisan) daerah dengan baik.
Semoga upaya melestarikan bahasa daerah yang dilakukan bisa menambah semangat kita untuk mempertahankan bahasa daerah agar tidak punah. Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kemendikburistek, E. Aminuddin Aziz, menyatakan bahwa melestarikan bahasa daerah penting dilakukan karena bahasa daerah adalah aset yang ternilai bagi bangsa.
*) Untung Wahyudi, lulusan UIN Sunan Ampel, Surabaya