Beranda Kolom Info Konsep Pengajaran Islam Menurut K.H. Hasyim Asy’ari

Konsep Pengajaran Islam Menurut K.H. Hasyim Asy’ari

0

Zainur Rosyid¹, Alwizar², Kadar³, M. Naelul Mubarok4

¹Universitas Islam Negeri Sultan Syarif KasimRiau

²Universitas Islam Negeri Sultan Syarif KasimRiau

³Universitas Islam Negeri Sultan Syarif KasimRiau

4Institut PTIQ Jakarta

¹rosyidzain86@gmail.com

²alwizar@uin-suska.ac.id

³lailatul_qdr@yahoo.com

4naelulmubarok@ptiq.ac.id

Abstrak:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiKonsep pendidikan islam,dankontribusi pemikiran KH. Hasyim Asy’ari,sehingga penulis menemukan kekurangan serta kelebihandalam pemikiran Pendidikan menurut KH.hasyim Asy’ari. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode Library Research yakni serangkaian aktivitas yang berhubungan dengan metode pengumpulan informasi pustaka, membaca sertamenulis dan mengolah materi penelitiannya.Teknik analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi atau yang sering disebut dengan content analysis. Analisis isi ini digunakan untuk membandingkan satu riset dengan riset lain yang sesuai dengan artikel ini. Ia merupakan suatu penelitian yang menggunakan sumber kepustakaan dari artikel dan jurnal untuk mendapatkan informasi penelitiannya.Penelitian ini memiliki rumusan masalah di antarannya, Bagaimana Konsep pendidikan islam menurutKH. Hasyim asy’ari?dan Bagaimana kontribusi pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dalam pengembangan pendidikan saatini. Hasil dari penelitian ini mendefinisikan tentang pemikiran KH. Hasyim Asy’ari sehingga menghasilakn sebuah konsep pendidikan islam dan kontribusi pemikiran KH. Hasyim Asy’ari

Kata Kunci:Pemikiran Pendidikan Islam, KH. Hasyim Asy’ari

Abstract:

This research aims to determine the concept of Islamic education, and the contribution of KH. Hasyim Asy’ari, so the author finds the shortcomings and strengths in Educational thinking according to KH. Hasyim Asy’ari. The research method used in this study is the Library Research method, which is a series of activities related to the method of collecting library information, reading and writing and processing research material. The data analysis technique that the author uses in this research is content analysis or what is often referred to as content analysis. This content analysis is used to compare one research with other research according to this article. It is a research that uses library sources from articles and journals to obtain research information. This research has a problem formulation including, How is the concept of Islamic education according to KH. Hasyim Asy’ari? and How the contribution of KH. Hasyim Asy’ari in the development of education today. The results of this study define the thinking of KH. Hasyim Asy’ari so that it produces a concept of Islamic education and the contribution of KH. Hasyim Asy’ari

Keywords: Islamic Education Thought, KH. Hasyim Asy’ari

Pendahuluan

Sisi pendidikan yang cukup menarik perhatian dalam konsep pendidikan KH. Hasyim Asy’ari adalah sikapnya yang sangat mementingkan ilmu dan pengajaran. Kekuatan dalam hal ini terlihat pada penekanannya bahwa eksistensi ulama, sebagai orang yang memiliki ilmu, menduduki tempat yang tinggi.
KH. Hasyim Asy’ari memaparkan tingginya status penuntut ilmu dan ulama dengan mengetengahkan dalil bahwa Allah SWT mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu.

K.H. Hasyim Asy’ari menulis kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alim yang diterjemahkan oleh M. Tholut Mughni menjadi Menggapai Sukses Dalam Belajar dan Mengajar 2011 ini didasari oleh kesadaran akan perlunya literatur yang membahas adab dalam mencari ilmu pengetahuan. Menuntut ilmu merupakan pekerjaan agama yang sangat luhur sehingga ketika orang mencarinya harus memperlihatkan adab yang luhur pula. Dalam konteks ini, K.H. Hasyim Asy’ari tampaknya berkeinginan bahwa dalam melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan itu disertai oleh perilaku sosial yang santun pula.

Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alim yang diterjemahkan oleh M. Tholut Mughni menjadi Menggapai Sukses Dalam Belajar dan Mengajar 2011, secara keseluruhan terdiri atas empat bab yang masing-masing membahas tentang: 1) keutamaan ilmu dan ulama mengajar dan belajar; 2) etika siswa atau santri; 3) etika guru; 4) etika terhadap sarana.

Belajar menurut Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam.Bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan.

Pendidikanhendaknya mampu menghantarkan umat manusia menuju kemaslahatan, menujukebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan sertamelestarikan nilai-nilai kebajikan dan norma-norma Islam kepada generasi penerus umat,dan penerus bangsa. Umat Islam harus maju dan jangan mau dibodohi oleh orang lain, umat Islam harus berjalan sesuai dengan nilai dan norma-norma Islam. Catatan yang menarik dan perlu dikedepankan dalam membahas pemikiran dan pandangan yang ditawarkan oleh KH.Hasyim Asy’ari adalah etika dalam pendidikan, dimana guru harus membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas,masanya saat ini hampir jarang sekali untuk dijumpai. Lalukonsep pendidikan islam menurutKH. Hasyim asy’ari dankontribusi pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dalam pengembangan pendidikan saatini.

Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan jenis penelitian daftar pustaka atau sering diartikan sebagai Library Research. Dalam hal ini peneliti menganalisa sebagian informasi terkait dengan Pemikiran pendidikan islam menurutKH. Hasyim asy’ari melalui jurnal dan artikel para peneliti yang masih relevan dengan judul yang akan ditelaah atau dikaji.Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan artikel ini ialah, penulis mengutip informasi dari sumber primer, ialah dokumen dari KH. Hasyim Asy‘aridan sumber sekunder ialah peneliti menganalisa karya-karya yang lain yang relevan dengan penelitian ini, seperti artikel, web, jurnal dan lain sebagainya yang berhubungan dengan analisis mengenai Pemikiran pendidikan islam menurutKH. Hasyim Asy’ari.Teknik analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalahanalisis isi atau yang sering disebut dengan content analysis. Analisis isi ini digunakan untuk membandingkan satu riset dengan riset lain yang sesuai dengan artikel ini.

Hasil dan Pembahasan

Biografi KH. Hasyim Asy’ari

Hasyim Asy’ari memiliki nama lengkap Muhammad Hasyim bin Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim. Sementara dari jalur ibu adalah Muhammad Hasyim binti Halimah binti Layyinah binti Sihah bin Abdul Jabbar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran Benawa bin Jaka Tingkir atau juga dikenal dengan nama Mas Karebet bin Lembu Peteng (Prabu Brawijaya VI). Penyebutan pertama menunjuk pada silsilah keturunan dari jalur bapak, sedangkan yang kedua dari jalur ibu.[1]

Ditilik dari dua silsilah diatas, Kyai Hasyim mewakili dua trah sekaligus, yaitu bangawan jawa dan elit agama (Islam). Dari jalur ayah, bertemu langsung dengan bangsawan muslim Jawa (Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir) dan sekaligus elit agama Jawa (Sunan Giri). Sementara dari jalur ibu, masih keturunan langsung Raja Brawijaya VI (Lembu Peteng) yang berlatar belakang bangsawan Hindu Jawa.

Kyai Hasyim dilahirkan dari pasangan Kyai Asy’ari dan Halimah pada hari Selasa kliwon tanggal 14 Februari tahun 1871 M atau bertepatan dengan 12 Dzulqa’dah tahun 1287 H. Sejak masa kanak-kanak, Kyai Hasyim hidup dalam lingkungan pesantren muslim tradisional Gedang. Keluarga besarnya bukan saja pengelola pesantren, tetapi juga pendiri pesantren yang masih cukup populer hingga saat ini. Ayah Kyai Hasyim (Kyai Asy’ari) merupakan pendiri Pesantren Keras (Jombang).

Pada umur lima tahun Kyai Hasyim berpindah dari Gedang ke desa Keras, sebuah desa di sebelah selatan kota Jombang karena mengikuti ayah dan ibunya yang sedang membangun pesantren baru. Di sini, Kyai Hasyim menghabiskan masa kecilnya hingga berumur 15 tahun, sebelum akhirnya, meninggalkan keras dan menjelajahi berbagai pesantren ternama saat itu hingga ke Makkah.Kyai Hasyim kemudian melanjutkan tinggal di Makkah untuk menuntut ilmu.

Riwayat Pendidikan Kyai Hasyim dikenal sebagai tokoh yang haus pengetahuan agama (islam). Untuk mengobati kehausannya itu, Kyai Hasyim pergi ke berbagai pondok pesantren terkenal di Jawa Timur saat itu. Tidak hanya itu, Kyai Hasyim juga menghabiskan waktu cukup lama untuk mendalami islam di tanah suci (Makkah dan Madinah). Dapat dikatakan, Kyai Hasyim termasuk dari sekian santri yang benar-benar secara serius menerapkan falsafah Jawa, “Luru ilmu kanti lelaku (mencari ilmu adalah dengan berkelana) atau sambi kelana”

Karena berlatar belakang keluarga pesantren, Kyai Hasyim secara serius di didik dan dibimbing mendalami pengetahuan Islam oleh ayahnya sendiri dalam jangka yang cukup lama mulai dari anak-anak hingga berumur lima belas tahun. Melalui ayahnya, Kyai Hasyim mulai mengenal dan mendalami Tauhid, Tafsir, Hadith, Bahasa Arab dan bidang kajian islam lainnya. Dalam bimbingan ayahnya, kecerdasan Kyai Hasyim cukup menonjol. Belum genap berumur 13 tahun, Kyai Hasyim telah mampu menguasai berbagai bidang kajian islam dan dipercaya membantu ayahnya mengajar santri yang lebih senior.

Belum puas atas pengetahuan yang didapatkan dari ayahnya, Kyai Hasyim mulai menjelajahi beberapa pesantren. Mula-mula, Kyai Hasyim belajar di pesantren Wonokoyo (Probolinggo), lalu berpindah ke pesantren Langitan (Tuban). Merasa belum cukup, Kyai Hasyim melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Pesantren Tenggilis (Surabaya), dan kemudian berpindah ke Pesantren Kademangan (Bangkalan), yang saat itu diasuh oleh Kyai Kholil. Setelah dari pesantren Kyai Kholil, Kyai Hasyim melanjutkan di pesantren Siwalan Panji (Sidoarjo) yang diasuh oleh Kyai Ya’kub dipandang sebagai dua tokoh penting yang berkontribusi membentuk kapasitas intelektual Kyai Hasyim. Selama tiga tahun Kyai Hasyim mendalami berbagai bidang kajian islam, terutama tata bahasa arab, sastra, fiqh dan tasawuf kepada KyaivKholil. Sementara, di bawah bimbingan Kyai Ya’kub, Kyai Hasyim berhasil mendalami Tauhid, fiqh, Adab, Tafsie dan Hadist.

Sejak masih di Makkah, Kyai Hasyim sudah memiliki ketertarikan tersendiri dengan tarekat. Bahkan ,Kyai Hasyim juga sempat mempelajari dan mendapat ijazah tarekat Qadiriyah wa Naqshabandiyah melalui salah melalui salah satu gurunya (Syaikh Mahfuz).

Konsep Pendidikan K.H. Hasyimasy’ari

Urgensi Pendidikan menurut K.H. HasyimAsy‟ari

Urgensitas pendidikan menurut K.H.  Hasyim  Asy‟ari paling tidak terdapat dua kualifikasi. Pertama, arti penting pendidikan adalah untuk mempertahankan predikat makhluk paling mulia  yang dilekatkan pada manusia itu. Hal itu tampak pada uraian-uraiannya tentang keutamaan dan ketinggian derajat orang yang berilmu (ulama), bahkan dibanding dengan ahli ibadah sekalipun. Kedua, urgensi pendidikan terletak pada konstribusinya dalam menciptakan masyarakat yang berbudaya dan beretika. Rumusan itu tampak pada uraian tentang tujuan mempelajari ilmu, yaitu semata-mata untuk diamalkan.[1] Pengamalan suatu ilmu mempunyai makna bahwa seseorang yang berilmu dituntut untuk menerjemahkannya dalam perilaku sosial yang santun, sehingga dengan demikian akan tercipta suatu tantanan masyarakat yangberetika.

Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari ini sejalan dengan pemikiran pendahulunya, Ibnu Jama‟ah, beliau mengatakan bahwa kesibukan dalam mengamalkan suatu ilmu karena Allah itu lebih utama dari pada melaksanakan aktifitas ibadah sunnah yang berupa sholat,puasa, tasbih dan sebagainya. Karena manfaat ilmu itu merata untuk pemiliknya dan umat manusia lainnya, sementara ibadah sunnah terbatas untuk pemiliknya saja.[1]

Jadi, jika dicermati, kedua urgensitas pendidikan yang ditawarkan oleh K.H. Hasyim Asy‟ari sudah sesuai dengan UUD No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang berbunyi Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan danmembentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.4[2]

Pola pemaparan konsep pendidikan K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitab Adab al-„Alim wa al-Muta‟allim mengikuti logika induktif, di mana beliau mengawali penjelasannya langsung dengan mengutipayat-ayatal-Qur‟an,hadist,pendapatparaulamadansyair- syair para ahli hikmah. Dengan cara itu, seakan-akan K.H. Hasyim Asy‟ari   memberikan   pembaca   menangkap   makna   tanpa   harus dijelaskan dengan bahasa beliau sendiri. Namun demikian, ide-ide pemikirannya tampak jelas dari ayat-ayat, hadist maupunpendapat ulama yang dipilihnya. Dari pilihan ayat, hadist dan pendapat ulama tersebut ide pemikirannya dapat dianalisis.

Tampak pula K.H. Hasyim Asy‟ari menaruh perhatian yang cukup besar terhadap eksistensi ulama. Penegasan akan eksistensi ulama yang menempati kedudukan yang tinggi tersebut membuktikan bahwa yang bersangkutan sangat mementingkan ilmu dan pengajaran K.H.Hasyim Asy‟ari memaparkan tingginya status penuntut ilmu dan ulama dengan mengetengahkan dalil bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu.[3]

Sementara munurut  K.H.  Hasyim  Asy‟ari,  tidak  ada  derajat  yang  lebih  muliadaripada derajat Nabi. Oleh karena itu, derajat ahli ibadah lebih rendah daripada ulama. Bahkan K.H. Hasyim Asy‟ari sering mengutip hadits dan pendapat ulama serta menyatakan pendapatnya tentang perbandingan ibadah dengan ilmu.

Dari penjelasan di atas, dapat ambil kesimpulan bahwa urgensi pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy‟ari paling tidak terdapat dua :

Pertama,arti penting pendidikan adalah untuk mempertahankan predikat makhluk paling mulia yang dilekatkan pada manusia itu. Hal itu tampak pada uraian-uraiannya tentang keutamaan dan ketinggian derajat orang yang berilmu (ulama), bahkan dibanding dengan ahli ibadah sekalipun.

Kedua, urgensi pendidikan terletak pada konstribusinya dalam menciptakan masyarakat yang berbudaya dan beretika. Rumusan itu tampak pada uraian tentang tujuan mempelajari ilmu, yaitu semata-mata untuk diamalkan, pengalaman suatu ilmu mempunyai makna bahwa seseorang yang berilmu dituntut untuk menerjemahkannya dalam perilaku sosial yang santun, sehingga dengan demikian akan tercipta suatu tantanan masyarkat yangberetika.

Tujuan Pendidikan menurut KH. HasyimAsy‟ari

K.H.   Hasyim   Asy‟ari   memang   tidak   menjelaskan   secara eksplisit tentang konsep tujuan pendidikannya. Akan tetapi secara implisit dapat terbaca dari beberapa pernyataannya.

Tujuan ideal K.H. Hasyim Asy‟ari adalah untuk membentuk masyarakat yang beretika tinggi (akhlaq al karimah). Rumusan itu secara implisit dapat terbaca dari beberapa hadist dan pendapat ulama yang dikutipnya. Beliau menyebutkan sebuah hadist yang berbunyi: “diriwayatkan dari Aisyah R.A. dari Rasullah SAW bersabda:

Artinya:“kewajiban orang tua terdahap anaknya adalah membaguskan namanya, membaguskan ibu susuannya danmembaguskan etikanya”.

Dalam kitab Adab al-„Alim wal al-Muta‟allim, K.H. Hasyim Asy‟ari menyebutkan tujuan pendidikan yang,  Pertama,membentuk insan paripurna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt, Kedua adalah membentuk insan paripurna yang mendapatkan kebahagiaan dunia danakhirat.

Kalau dikaji, tujuan pendidikan yang dikemukakan adalah untuk mencapai derajat ulama dan derajat insan yang paling utama (khair al-bariyah) dan bisa beramal dengan ilmu yang diperoleh serta mencapai ridla Allah.

Berdasar pada pemahaman tujuan pendidikan tersebut, nampak bahwa K.H. Hasyim Asy‟ari tidak menolak ilmu-ilmu sekuler sebagai suatu syarat untuk mendapatkan kebahagiaan dunia. Namun, K.H. Hasyim  Asy‟ari  tidak  menjelaskan  porsi  pengetahuan  dalam  kitab Adabul Alim wa Al-Muta‟alim secara luas, akan tetapi dalam kitab tersebut mendeskripsikan cakupan kurikulum pendidikan Islam itu sendiri. Beliau hanya menjelaskan hirarki pengetahuan kedalam tiga hal, diantaranya:[1] a) Ilmu pengetahuan yang tercela dan dilarang, artinya ilmu pengetahuan yang tidak dapat diharapkan kegunaannya baik di dunia maupun di akhirat, seperti ilmu sihir, nujum, ramalan nasib, dansebgainya, b) Ilmu pengetahuan yang dalam keadaan tertentu menjadi terpuji, tetapi jika mendalaminya menjadi tercela, artinya yang sekiranya mendalami akan menimbulkan kekacauan fikiran, sehingga dikhawatirkan menimbulkan kufur, misalnya ilmu kepercayaan dan ilmukebatinan, c) Ilmu pengetahuan yang terpuji, yaitu ilmu-ilmu pelajaran agama dan berbagai macam ibadah. Ilmu-ilmu tersebut dapat mensucikan jiwa, melepaskan diri dari perbuatan- perbuatan tercela, membantu mengetahui kebaikan danmengerjakannya, mendekatkan diri kepada Allah Swt, mencari ridla-Nya dan mempersiapkan dunia ini untuk kepentingan diakhirat.

Menurut K.H.Hasyim Asy‟ari,tujuan utama ilmu pengetahuan adalah mengamalkannya.[2] Demikian ini agar dapat menghasilkan buah dan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat kelak. Pengalaman seseorang atas ilmu pengetahuan yang dimiliki akan menjadikan kehidupannya semakin berarti baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, apabila seseorang dapat mengamalkan ilmu pengetahuannya, maka sesungguhnya ia termasuk orang yang beruntung. Sebaliknya, jika ia tidak dapat mengamalkan ilmu pengetahuan, sesungguhnya ia termasuk orang yangmerugi.

Dengan demikian, makna belajar menurut K.H. Hasyim Asy‟aritidaklainadalahmengembangkansemuapotensibaikjasmani maupun rohani untuk mempelajari, menghayati, menguasai, dan mengamalkannya untuk kemanfaatan dunia dan agama.

Rumusan tujuan pendidikan K.H. Hasyim Asy‟ari tersebut di atas hampir mirip dengan rumusan tujuan pendidikan Quraish Shihab, yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan dalam al-Qur‟an adalah “membina manusia secara pribadi dan kelompok, sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan kholifahnya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan oleh Allahswt”.[1]

Konsep dasar belajar menurut K.H. Hasyim Asy‟ari sesungguhnya dapat ditelusuri melalui penjelasannya tentang etika seorang murid yang sedang belajar, etika seorang murid terhadap pelajarannya, dan etika seorang murid terhadap sumber belajar (kitab, buku). Dari tiga konsep etika tersebut dapat ditemukan gambaran yangcukup terang bagaimana konsep dan prinsip-prinsip belajar menurut beliau.

Konsep pertama, dalam kitab Adabul Alim wa Al-Muta‟alim ada sepuluh macam etika yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh seorang siswa dalam belajar, yaitu:Sebelum mengawali proses mencari ilmu, seorang pelajar hendaknya membersihkan hati terlebih dahulu dari berbagai macam kotoran dan penyakit hati seperti kebohongan, prasangka buruk, hasut (dengki), serta akhlak-akhlak yang tidak perpuji. Yang demikian itu sangat dianjurkan demi menyiapkan diri pelajar yang bersangkutan di dalam menerima, menghafal, sertamemahami ilmu pengetahuan secara lebih baik dan mendalam.Konsep kedua, juga terdapat dalam kitab Adabul Alim wa Al- Muta‟alim pada BAB etika seorang murid ketika sedang belajar[2]Konsep ketiga adalah etika seorang murid terhadap sumber belajar (kitab, buku). Satu hal yang paling menarik dan terlihat berbeda dengan materi-materi yang biasa disampaikan dalam ilmu pendidikan pada umumnya adalah etika terhadap buku-buku dan alat-alatpendidikan. Kalaupun ada etika untuk itu, biasanya itu bersifat kasuistik dan sering kali tidak tertulis. Sering kali juga itu dianggap aturan yang sudah umum berlaku dan cukup diketahui oleh masing- masing individu. Namun, ia memandang etika tersebut penting dan perludiperhatika.

Dari ketiga konsep yang ditawarkan K.H Hayim Asy‟ari di atas tampak bahwa beliau di samping mengemukakan konsep belajar secara teoritis juga secara praktis. Secara teoritis, konsep belajarmenurut K.H.   Hasyim   Asy‟ari   adalah mengembangkan  segenap   potensi manusia, baik lahir maupun batin, dengan niat semata-mata karena Allah dan untuk satu tujuan luhur yaitu membentuk pribadi-pribadi yang beretika.

Penjelasan bahwa belajar merupakan pengembangan potensi batin dapat ditemukan dalam etika yang harus dicamkan dalam belajar pada poin (1) “membersihkan hati dari berbagai sifat yang mengotorinya”, dan (2) “meniatkan mencari ilmu semata-mata karena Allah, mengamalkannya, menghidupkan syari‟at-Nya dan menyinari hatinya”.

Sedangkan belajar juga dimaknai sebagai pengembangan potensi lahir, secara implisit terungkap dalam penjelasannya bahwa belajar hendaknya juga menjaga etika-etika sosial. Penjelasan akan hal itu dapat dilihat dalam konsep beliau tentang etika seorang murid terhadap penjelasanya dalam poin (10) di atas.

Konsep mengajar Kyai Hasyim Asy‟ari dapat ditelusuri melalui penjelasannya tentang konsep etika yang harus dicamkan seorang guru yang berkaitan dengan dirinya dan etika seorang guru terhadap pelajarannya.Pertama, menurut K.H. Hayim As‟ari yang terdapat dalam kitab Adab al-„Alim wa al-Muta‟alim, terdapat 20 etika yangharus dijaga dan dilaksanakan oleh seorang guru yang berkaitan dengan dirinya.Yaitu16:Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, baik ketika sendiri maupunbersama,Selalu takut kepada Allah dalam setiap gerak dan diamnya serta perkataan dan tindakannya,Bersikap tenang,Wara‟(berhati-hati terhadapyangharam dan syubhat)Tawadhu‟ (rendahhati),Khusyu‟ (menundukkan diri) dihadapanAllah,Senantiasa berpedoman kepada hukum Allah dalamsetiaphal,Tidak menjadikan ilmunya sebagai sarana untuk meraih kesenangan duniawi, seperti kedudukan, kekayaan, keterkenalan,Tidak terlalu mengagungkankeduniaan,Berlaku zuhud terhadapkeduniaan,Menjauhi pekerjaan-pekerjaan hina, baik secara syar‟i maupun adat yangberlaku,Menjauhi perbuatan yang dapat merendahkan martabat, sekalipun secara batin dapatdibenarkan,Senantiasa menegakkan syari‟at Islam, menebarkan salam, dan amar ma‟ruf nahi munkar Menghidupkan sunnah,Menjaga hal-hal yang dianjurkan dalam agama, membacaal- Qur‟an baik dengan hati maupun lisan,Berinteraksi sosial dengan etika yangluhur,Membersihkan batin dan lahir dari etika-etika yang rendah dan mengisi dengan akhlak-akhlak yangluhur, Senantiasa memperdalam ilmu dan mengamalkannya dengansungguh-sungguh,Rajin memperdalam kajiankeilmuan,menyibukkan diri dengan membuat berbagai tulisan ilmiah dengan membuat berbagai tulisan ilmiah sesuai denganbidangnya.

Konsep kedua adalah etika seorang guru ketika hendak atau sedang mengajar. K.H. Hasyim Asy‟ari menghimbau bagi seorang guru ketika atau hendak mengajar agar memperhatikan beberapa etika, antara lain[1]:Ketika hadir di ruang pembelajaran hendaknya suci dari kotoran dan hadas, berpakaian yang sopan dan rapi dan usahakan berbau wangi sesuai denganlingkungannya,Ketika keluar dari rumah hendaknya berdoa dengan doa yang diajarkan Nabi, Ketika sampai di majlis pengajaran hendaknya memberikan salam kepada yang hadir dandudukmenghadap kiblat, jika memungkinkan dengan tenang, tawadhu‟ dan khusyu‟, dan tidak mengeluarkan gerakan-gerakan yang tidak perlu, tidak mengajar ketika sedang lapar, haus, sangat sedih, marah atau sedang mengantuk,Duduk di tengah para hadirin dengan hormat, bertutur kata yang menyenangkan atau menunjukkan  rasa senang dan tidaksombong,Memulai pelajaran dengan membaca sebagian ayat al- Qur’an untuk meminta berkah dari-Nya, membaca ta‟awudz,basmalah,puji-pujiandanshalawatatasNabi,Mendahulukan pengajaran materi-materi yang menjadi prioritas, tidak memperlama atau memperpendek dalam mengajar, tidak berbicara di luar materi yang sedang dibicarakan,Tidak meninggikan suara di luar yangdibutuhkan,Menjaga ruangan belajar agar tidakgaduh,Mengingatkan para hadirin akan maksut dan tujuan mereka datang ke tempat itu untuk semata-mata ikhlas karena Allah,Menegur murid yang tidak mengindahkan etika-etika ketika sedang belajar, seperti berbicara dengan teman, tidur dantertawa,Berkata jujur akan ketidak tahuannya ketika ditanya akan suatu persoalan dan ia betul-betul belum tahu, sehingga tidak muncul jawaban yangmenyesatkan,Memperlakukan dengan baik terhadap orang yang bukan dari golongannya yang ikut di majlis pelajaran tersebut,Menutup pelajaran dengan do‟a penutupmajelis,Mengajar secara professional sesuai denganbidangnya.

Dari beberapa konsep yang ditawarkan K.H. Hasyim Asy‟ari di atas tampak lebih bersifat pragmatis. Artinya apa yang ditawarkan berangkat dari peraktik yang selama ini dialamainya. Kehidupannya yang diabadikan untuk ilmu dan agama telah memperkaya pengalamannya dalam mengajar.

Relasi Pendidik dan Peserta Didik

Untuk memahami konsep relasi pendidik dan peserta didik dariK.HHasyim Asy‟ari, terlebih dahulu perlu dipaparkan bagaimana konsep beliautentang etika seorang murid terhadap guru dan etika guru terhadap muridnya. Dari dua konsep etika itu, dapat dipahami bagaimana relasi antara keduanya terjalin.Kyai Hasyim mengiventarisir terdapat dua belas macam etika yang harus dipedomani seorang siswa ketika berhadapan dengan guru, yaitu:[1]Dalam memilih figur seorang guru, seorang pelajar hendaknya mempertimbangkan terlebih dahulu dengan memohon petunjuk kepada Allah tentang siapa guru yang dianggap paling baik untuk menjadi gurunya dalam menimba ilmu pengetahuan dan yang bisa membimbing terhadap akhlak yang mulia. Jika memungkinkan, ia hendaknya berupaya mencari guru yang benar-benar ahli di bidangnya, memilki kecakapan dan kredibilitas yang baik, dikenal kehati-hatiannya dalam berpikir dan bertindak, serta tidak sembrono dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Selain itu, setidaknya seorang pelajar mencari figur guru yang di kenal memiliki kemampuan yang cukup baik dalam memberikan pengajaran serta memiliki pemahaman yang mendalam dibidangnya. Berusaha memilih seorang guru yang diyakini memiliki pemahaman ilmu-ilmu syariat (agama Islam) yang mendalam serta diakui keahliannya oleh guru-guru yang lain, Seorang pelajar hendaknya patuh kepada gurunya serta tidak membelot dari pendapat (perintah dan anjurannya),Memiliki pandangan yang mulia terhadap guru serta meyakini akan derajat kesempurnaan gurunya.Sikapyang demikian ini akan mendekatkan kepada keberhasilan seorang pelajar dalam meraih ilmu pengetahuan yang bermanfaat.Mengerti akan hak-hak seorang guru serta tidak melupakan keutamaan-keutamaan dan jasa-jasanya. Selain itu, ia juga hendaknya selalu mendoakan gurunya baik ketika gurunya masih hidup atau telah meninggal dunia (wafat), serta menghormati keluarga dan orang- orang terdekat yangdicintainya,Bersabar atas sikap dan kerasnya perilaku yang kurang menyenangkan dari seorang guru. Sikap dan perilaku guru yang semacam itu hendaknya tidak mengurangi sedikitpun penghormatan seorang pelajar terhadapnya, apalagi sampai beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh gurunya itu adalah suatukesalahan. Meminta izin terlebih dahulu setiap kali hendak memasuki ruang pribadi guru, baik ketika guru sedang sendirian ataupun saat ia bersama oranglain,Seorang pelajar harus sopan ketika duduk di depanguru,Berbicara dengan tutur kata yang baik dan sopan di hadapanguru,Tidak sok tahu, meskipun apa yang disampaikan guru itu sudahdiketahui,Tidak mendahului guru dalam menjelaskan suatu persoalan atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siswalain,menerima atau memberi sesuatu kepada guru dengan tangan kanan kemudian memegangnya dengan kedua belahtangan.

Jika ditelaah lebih dalam, kedua belas macam etika tersebut sesungguhnya dapat disederhanakan menjadi tiga hal. Pertama, seorang murid harus mencari dan memilih guru yang betul-betul memiliki kualifikasi sebagai seorang guru. Kedua, hendaknya mempuyai keyakinan bahwa seorang guru memiliki derajat kesempurnaan dan tidak pernah luntur sekalipun meski diketahui guru tersebut memiliki perangai (akhlak) yang kurang baik. Ketiga, hendaknya seorang murid selalu menghormati (ta‟dhim) kepada guru dalam situasi yang bagaimanapun. Suatu penghormatan semata-mata dilakukan karena ilmu yang dimiliki gurutersebut.

Dalam kitab Adab al-„Alim wa al-Muta‟alim karangan K.H. Hasyim  Asy‟ari  menjelaskan  bahwa  etika  seorang  guru  terhadap muridnya, K.H. Hasyim Asy‟ari menawarkan empat belas macam, yaitu19: Meniatkan mengajar semata-mata karena Allah, untuk menyebarkanilmudanmenghidupkansyariatIslam, Bersikp zuhud dengan menghindari ketidak ikhlasan dan mengejarkeduniaan,mencintai murid-muridnya sebagaimana ia mencintai dirinya Sendiri, Mengajar dengan metode yang mudah dipahami para muridnya, Menjelaskan materi pelajaran dengan sejelas-jelasnya, kalau perlu diulang sampai murid betul-betulpaham, Tidak membebani murid di luar kemampuannya yang dapat menyebabkan dia merasa tertekan (stress). Jika mendapati murid yang demikian harus segera dibantu menemukan jalankeluar, Bersikp zuhud dengan menghindari ketidak ikhlasan dan mengejarkeduniaan,mencintai murid-muridnya sebagaimana ia mencintai dirinyasendiri,mengajar dengan metode yang mudah dipahami para muridnya,bersikp zuhud dengan menghindari ketidak ikhlasan dan mengejarkeduniaan,mencintai murid-muridnya sebagaimana ia mencintai dirinyasendiri,mengajar dengan metode yang mudah dipahami para muridnya,menjelaskan materi pelajaran dengan sejelas-jelasnya, kalau perlu diulang sampai murid betul-betulpaham,tidak membebani murid di luar kemampuannya yang dapat menyebabkan dia merasa tertekan (stress). Jika mendapati murid yang demikian harus segera dibantu menemukan jalankeluar,sesekali meminta murid untuk mengulangi hafalan atau pelajaran yang telah lalu,tidak bersikap pilih kasih, meskipun terhadap murid yang memiliki kelebihan sekalipun. Guru cukup memberikan respek kepada murid yang memiliki kelebihan tanpa harus mengistimewakannya di antara muridlainnya,selalu memperhatikan absensi presensi murid, mengetahui nama-namanya, nasab-nya, dan daerah asalnya seraya selalu mendoakan demi kebaikannya, memperhatikan akhlaknya lahir dan batin, mengingatkan murid yang kedapatan melanggar larangan agama. Jika memang sudah diperingatkan tidak berubah, tidak ada salahnya kalau murid tersebut diusir. Hendaknya guru memiliki perangai yang baik, seperti selalu menebarkan salam, bertutur kata yang lembut dan santun,membantu siswa mengatasi kesulitan, baik dengan pengaruh (jah) maupun denganhartanya,jika terdapat siswa yang absen, atau justru jumlahnya bertambah dari kebiasaan, maka hendaknya diklarifikasikan keberadaannya dan keadaannya,mempunyai sikap tawadhu‟terhadap muridnya,dan berbicara kepada setiap murid, tak terkecuali kepada murid yang memiliki kelebihan, memanggil mereka dengan sebutan yang baik, menunjukkan sikap yang ramah ketika bertemu dengan muridnya, menghormati ketika seorang murid duduk bersamanya, dan menjawab pertanyaan dengan senang hati danmemuaskan.

Dua rumusan di atas dikutip secara tidak lengkap dengan maksud untuk mendapatkan gambaran yang jelas bagaimana relasi pendidik dan peserta didik terjalin. Dari dua rumusan di atas, tergambarkan bahwa hubungan pendidik dan peserta didik dibangun atas dasar penghormatan (ta‟dhim) yang besar dari seorang murid dan cinta kasih yang tulus dari seorang guru. Sehingga hubungan antarakeduannya bagaikan hubungan antara bapak dan anak yang saling menghormati dan menyayangi. Di samping menaruh perhatian besar pada hubungan guru dan murid, pembelajaran harus dilaksanakan secara  profesional,  K.H.  Hasyim  Asy‟ari  tampak  juga  menekankan pada pentingnya pembimbingan terhadap anak didik. Sehingga guru adalah sosok pengajar yang profesional dan pembimbing (konselor) yang handal terhadap murid yang sedang menghadapi persoalan.

Kontribusi Pemikiran Kh. Hasyim Asy’ari Dalam Pengembangan Pendidikan SaatIni

K.H. Hasyim Asy‟ari mendirikan pondok pesantren Tebuireng. Di pesantren inilah K.H. Hasyim Asy‟ari banyak melakukan aktivitas-aktivitas kemanusiaan sehingga ia tidak hanya berperan sebagai pemimpin pesantren secara formal, tetapi juga pemimpin masyarakat secara informal.[1]

Melalui Pondok Pesantren Tebuireng ini, K.H. Hasyim Asy‟ari sebenarnya memiliki gagasan dan pemikiran pendidikan yang paling tidak tersimpul dalam dua gagasan, yaitu metode musyawarah dan sistem Madrasah dalam pesantren. Selain sorogan dan bandongan,K.H. Hasyim Asy‟ari menerapkan metode musyawarah khusus pada santrinya yang hampir mencapai kematangan.[1]Husen Haikal mengatakan, Metode musyawarah ini dikembangkan menyerupai diskusi yang terjadi diantara santri kelas tingginya. Metode musyawarah beda dengan metode debat (munadharah),[2] di dalam musyawarah, yang terjadi adalah keterbukaan, toleransi, dan sikap yang wajar untuk memberikan penghargaan kepada pendapat lawan. Yang dicari adalah kebenaran dan mengusahakan pemecahanterbaik.

Selain metode musyawarah, K.H. Hasyim Asya‟ri juga melopori adanya madrasah dalam pesantren. Menurut Mukti Ali, sistem pendidikan agama yang paling baik di Indonesia adalah model madrasah dalam pesantren.[3] Namun, sebagaimana layaknya pesantren, pesantren tebuireng tetap menyelenggarakan pengajian kitabkuning.

Kemudian gagasan K.H. Hasyim Asy‟ari sangat cocok untuk membentengi masyarakat dari dekadensi moral dan menjaga matan agama dari pengaruh liberalisasi dan skularisasi dewasa ini. Model pengajaran dengan sistem sorogan dan bandongan disamping dapat mengawal moralitas anak didik melalui hubungan yang erat antara guru dan murid juga sangat efektif untuk menjaga otentisitas matan agama.

Hasyim  Asy‟ari  juga   menekankan  bahwa  belajar  bukanlah semata-mata hanya untuk menghilangkan kebodohan, namun untuk mencari ridho Allah yang mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat. Karena itu hendaknya belajar diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai islam bukan hanya semata-mata menjadi alat penyebrangan untuk mendapatkan meteri yang berlimpah.

Dalam pembahasan ini ada satu hal yang sangat menarik, yaitu tentang poin yang terakhir guru harus rajin menulis, mengarang dan meringkas. Hal ini masih sangat jarang dijumpai, ini juga merupakan menjadi salah satu faktor mengapa masih sangat sulit dijumpai karya- karya ilmiah. Padahal dengan adanya guru yang selalu menulis, mengarang dan merangkum, ilmu yang dia miliki akan terabadikan.

Kesimpulan

Dari penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam bingkaipendidikan di indonesia saat ini, pemikiran pendidikan K.H. Hasyim asy’ari, kiranyadapat menjadi solusi terhadap salah satu problematika pendidikan nasional, utamanyayang berkenaan dengan nilai dan moral. Degradasi moral yang terjadi secara meratadewasa ini, ditengarai disebabkan oleh kegagalan dunia pendidikan, baik pendidikanumum dan pendidikan yang berbasis keagamaan untuk memproduk siswa yangmampu menyelaraskan antara ilmu dengan amal.

Dari hasil menganalisa KH. Hasyim Asy’Ari mengupayakan perubahan signifikan dalam kerangkasistem pendidikan di pesantren Tebuireng. Menurut KH. Hasyim Asy’Ari, materipelajaran yang diajarkan di pesantren haruslah merupakan ilmu-ilmu yangkomprehensif yang meliputi pembelajaran materi pendidikan agama dan non-agama.Upaya yang dilakukan oleh KH. Hasyim Asy’Ari, yang berbentuk pengintegrasianpendidikan agama dan non-agama dalam pendidikan pesantren, merupakanperwujudan dari pemahaman dia tentang pentingnya keseimbangan di antara keduaaspek pendidikan tersebut, baik dalam tataran teoritis maupun praktis.

Dalam kekurangan dan kelebihan ini nantinya kita akan tahu bagaimana pemikiran KH Hasyim Asy ‘ari pada masa itu hingga saat ini.

 Daftar Pustaka

Abdurrahman Wahid, 2001, Menggerakkan Tradisi: Esai-esai Pesantren, Yogyakarta: Lkis

Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M Hasyim Asy’ari Tentang Ahlu Sunnah Wa Al-Jama’ah, (Surabaya, 2010)

Abu Bakar al-Baihaqi, 1410 H. Sya‟bul Iman, Bairut: Daar al-Kutub ilmaih, j. 6, h. 400.

Badruddin Ibnu Jama‟ah, 2005, Tadzkirah Al-Sami‟ Wa Al-Muta‟allim Fi Adabi al-Alim Wa al-Muta‟allim, Mesir: Daar al-Atsar, h. 71.

Samsul Rizal, M.A..Filsafat Pendidikan Islam.Ciputat Pers. Jakarta. 2002.Halaman 155.

HasyimAsy‟ari, 1238 H.Adab al-„Alim wa al-Muta‟allim,Jombang:Tebuireng,h. 12.

Imam Bahawani, Segi-segi pendidkan islam .Surabaya: Al-Ikhlas, 1987.

Abdul Muchith Muzadi, Apa dan Bagaimana Nahdlatul Ulama, Jember: PCNU Jember, 2003.

Imam, Hanafi. “Perkembangan Manusia Dalam Tinjauan Psikologi Dan Alquran Imam.” IQ (Ilmu Al-Qur’an) 1, no. 01 (2018).

Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama. Biografi K.H. K.H. Hasyim Asy’ari, Yogyakarta:LKis. 2000.

Mastuki HS., Intelektual Pesantren; potret tokoh dan cakrawala pemikiran di era perkembangan pesantren. Jakarta: Diva Pustaka. 2003

Muhammad  Hasyim  Asy‟ari,  1415  H.  Adabul  Alim  wa  Al-Muta‟allim,  Jombang: Maktabah Turats Al-Islamy,

Muhaimin,. Konsep Pendidikan Islam. Solo:Ramadlan. 1991.

Mukti Ali, 1991, Metode Memahami Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintan,

M. Syafi’i Ma’arif. Membumikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1995. Moh. Nazir, Metode Penelitian. Jakarta: Ghlmia Indonesia. 1988.

Nurkhalis Madjid, tt. Bilik-bilik Pesantren,

Saifuddin Zuhri, 1977, Guruku Orang-orang Dari Pesantren, Bandung: PT. Al- Ma‟arif,

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. 1991.

Sutrisno Hadi, Metode Riset. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.1987.

Suwendi, 2004. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: RadjaGrafindo Persada, cet. ke-1

Soedjono, Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, Jakarta: Rineka Cipta,1999.

Toto Suharto, 2006, Filsafat Pendidikan Islam, Jogjakarta: Ar-Ruzz, cet. ke-1,

Husen Haikal, “Beberapa Metode Dan Kemungkinan Penerapannya Di Pondok Pesantren” dalam M. Dawam Rahardjo, 1985, Pergulatan Dunia Pesantren:  Membangun Dari Bawah. Jakarta: P3M, cet. ke-2,

UUD RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB II Pasal 3.

Zamakhsyari Dhofir, 2011, Tradisi Pesantren; Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, Jakarta: LP3S, cet. ke-9,

Keterangan:

[1] Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M Hasyim Asy’ari Tentang Ahlu Sunnah Wa Al-Jama’ah, (Surabaya, 2010) hal. 67

[2] Muhammad  Hasyim  Asy‟ari,  1415  H.  Adabul  Alim  wa  Al-Muta‟allim,  Jombang: Maktabah Turats Al-Islamy, h. 12-13

[3]Badruddin Ibnu Jama‟ah, 2005, Tadzkirah Al-Sami‟ Wa Al-Muta‟allim Fi Adabi al-Alim Wa al-Muta‟allim, Mesir: Daar al-Atsar, h. 71

[4]UUD RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB II Pasal 3

[5]HasyimAsy‟ari, 1238 H.Adab al-„Alim wa al-Muta‟allim,Jombang:Tebuireng,h. 12

[6]Imam Bahawani, Segi-segi pendidkan islam .Surabaya: Al-Ikhlas, 1987

[7]Abdul Muchith Muzadi, Apa dan Bagaimana Nahdlatul Ulama, Jember: PCNU Jember, 2003.

[8] Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama. Biografi K.H. K.H. Hasyim Asy’ari, Yogyakarta:LKis. 2000.

[9]Mastuki HS., Intelektual Pesantren; potret tokoh dan cakrawala pemikiran di era perkembangan pesantren. Jakarta: Diva Pustaka. 2003

[10]Muhaimin,. Konsep Pendidikan Islam. Solo:Ramadlan. 1991

[11]M. Syafi’i Ma’arif. Membumikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1995. Moh. Nazir, Metode Penelitian. Jakarta: Ghlmia Indonesia. 1988.

[12] Suwendi, 2004. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: RadjaGrafindo Persada, cet. ke-1, h. 139

[13] Toto Suharto, 2006, Filsafat Pendidikan Islam, Jogjakarta: Ar-Ruzz, cet. ke-1, h. 335

[14] Husen Haikal, “Beberapa Metode Dan Kemungkinan Penerapannya Di Pondok Pesantren” dalam M. Dawam Rahardjo, 1985, Pergulatan Dunia Pesantren:  Membangun Dari Bawah. Jakarta: P3M, cet. ke-2, h.29

[15] A. Mukti Ali, 1991, Metode Memahami Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintan, h. 11-12

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here