Oleh: Untung Wahyudi
Sebagian orang, termasuk yang memang berkecimpung dalam dunia pendidikan, mengeluh dengan sering adanya perubahan kurikulum. Jika kurikulum sering berubah, kapan guru bisa maksimal dengan tugasnya sebagai pendidik? Begitulah salah satu keluhan yang kerap muncul. Benarkah perubahan kurikulum membuat para guru semakin bingung? Lalu, apa perbedaan kurikulum baru dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya?
Seperti diketahui, ada banyak kendala yang terjadi dalam proses pembelajaran saat masa-masa pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu. Krisis pembelajaran yang ada menjadikan pendidikan semakin tertinggal dengan hilangnya pembelajaran (learning loss) dan meningkatnya kesenjangan pembelajaran antarwilayah dan antarkelompok sosial-ekonomi.
Karena itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) berusaha memulihkan proses pembelajaran pascapandemi. Salah satu program yang digulirkan adalah perubahan kurikulum yakni Kurikulum Merdeka. Konon, tidak banyak perubahan yang terjadi dalam Kurikulum Merdeka dengan kurikulum sebelumnya.
Salah satu keunggulan dalam kurikulum ini adalah struktur kurikulum yang lebih fleksibel, fokus pada materi yang esensial, memberikan keleluasaan bagi guru menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik, serta aplikasi yang menyediakan berbagai referensi bagi guru untuk terus mengembangkan praktik mengajar secara mandiri dan berbagi praktik baik.
Perubahan kurikulum hendaknya didukung oleh semua insan pendidikan, terutama guru yang akan mengimplementasikan kurikulum tersebut. Pelaksanaan Kurikulum Merdeka tak lepas dari peran guru. Danang Hidayatullah, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia, menganggap bahwa Kurikulum Merdeka merupakan bagian dari guru di sekolah. Menurutnya, guru harus bisa menyelaraskan adanya perubahan. Danang menegaskan, kita harus sama-sama bergerak dan menggerakkan adanya pemerataan dan penyelarasan perubahan ini.
Senada dengan itu, Sofie Dewayani dari Litara Foundation menyampaikan untuk meningkatkan kompetensi literasi siswa diperlukan struktur kurikulum yang fleksibel dan memberikan ruang bagi guru untuk melakukan inovasi. Sehingga, kata Sofie, guru-guru dapat fokus meningkatkan atau memperbaiki strategi pembelajaran menggunakan bahan ajar yang tepat agar siswa-siswi kita meningkat kemampuan literasinya.
Metode Pengajaran yang Fleksibel
Ada banyak metode mengajar yang selama ini dilaksanakan oleh para guru. Dengan aneka macam metode mengajar yang diterapkan, kita berharap target pembelajaran bisa tercapai. Guru bisa mengeksplor seluruh kemampuannya dalam mengajar.
Karena itu, dengan perubahan kurikulum yang baru, semua guru bisa lebih giat dan kreatif dalam mengajar. Siswa pun bisa dengan mudah menerima transfer ilmu yang dikirimkan para guru di kelas.
Dikutip dari laman mendikbud.go.id, Kurikulum Merdeka dirancang dengan prinsip antara lain: Pertama, pengembangan karakter yang menekankan pada kompetensi spiritual, moral, sosial, dan emosional murid, baik dengan pengalokasian waktu khusus maupun secara terintegrasi dengan proses pembelajaran, seperti Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
Kedua, Kurikulum Merdeka lebih fleksibel. Pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan kompetensi murid, karakteristik satuan pendidikan, dan konteks lingkungan sosial budaya setempat. Ketiga, fokus pada muatan esensial sehingga berpusat pada muatan yang paling diperlukan untuk mengembangkan kompetensi dan karakter murid. Dengan demikian, tenaga pendidik memiliki waktu yang memadai untuk melakukan pembelajaran yang mendalam dan bermakna.
Mendikbudristek Nadiem Makarim menjelaskan, satuan pendidikan dapat mempelajari dan mengakses informasi terkait implementasi Kurikulum Merdeka melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM) dan Permendikbudristek Nomor 12/2024 tentang Kurikulum pada PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah. Untuk meringankan beban guru, dokumen yang wajib disusun hanya kurikulum operasional satuan pendidikan dan rencana pembelajaran (RPP).
Dukungan Berbagai Pihak
Semua program yang digulirkan pemerintah, termasuk Kemendikbudristek seyogianya mendapatkan dukungan dari berbagai pihak agar program tersebut bisa berjalan dengan baik. Kurikulum Merdeka pun mendapatkan dukungan antara lain dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Yaqut Cholil mendukung penuh langkah Kemendikbudristek yang telah melaksanakan kebijakan Kurikulum Merdeka mulai 2022 sebagai upaya pemulihan pembelajaran. Ia yakin Kurikulum Merdeka mendorong pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa serta memberi ruang yang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, juga menyambut baik hadirnya Kurikulum Merdeka. Menurutnya, Kurikulum Merdeka merupakan transformasi pembelajaran yang penting, bukan saja dalam menghadapi pendidikan pasca pandemi tapi juga untuk menghadapi situasi dunia yang terus berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
“Saya percaya setiap anak itu unik, oleh karena itu pendekatan yang holistik fleksibel dan fokus pada kompetensi anak adalah kunci untuk mengembangkan anak secara maksimal demi cita-cita yang ingin mereka raih,” ujar Hetifah penuh semangat, sebagaimana dikutip dari laman kemdikbud.go.id.
*) Untung Wahyudi, lulusan UIN Sunan Ampel, Surabaya