Syaiful begitu antusias. Karena Pulau Mapur, Kabupaten Bintan sedang kedatangan orang nomor satu di Kepri. Dia memang bukan pemotor yang membonceng Gubernur H Nurdin Basirun, hari itu.
Dengan sepeda motornya, Syaiful ikut rangkaian Nurdin berlalu lalang dari satu ujung ke ujung lainnya di Pulau Mapur. Syaiful senang karena Nurdinlah, sebagai gubernur di Kepri, yang pertama meninjau langsung sekolah ke ujung pulau.
“Baru Pak Nurdin ni lah yang ninjau langsung naik motor dari lokasi sekolah ke ujung kampung sekolah kelas jauh melalui jalan terjal tak beraspal. Panjang lagi. Sebelas kilometer,” kata Syaiful saat Nurdin berkunjung ke Mapur beberapa waktu lalu.
Nurdin memang rajin berkunjung ke pulau-pulau di Kepri. Akhir pekan, ketika Sabtu dan Ahad banyak orang beristirahat, dia memilih berkelana ke pulau-pulau.
Menjemput aspirasi, memperkuat silaturahmi. Kadang pun, agenda-agenda di pulau selalu dipenuhi Nurdin di hari-hari kerja. Memotivasi anak-anak muda selalu menjadi agenda Nurdin. Apalagi dia sendiri pun lahir di pulau kecil.
Ketika ke sekolah-sekolah, motivasi itu selalu dilepaskan Nurdin. Apalagi jika melihat kesungguhan anak-anak dalam belajar.
Di Mapur misalnya, Nurdin dalam satu kelas bertemu dengan pelajar kelas enam dan empat. Dia menyimak betul dua siswa kelas enam yang sedang mengarang, mengasah kemampuan bahasa Indonesia dalam tulis menulis.
Sementara, di ruang kelas yang sama, empat pelajar kelas empat sedang belajar matematika. Mereka belajar dalam satu kelas yang sama. Beda pelajaran tapi satu guru.
“Pintar budak budak pulau ni. Pelajaran ngarang bagus bahasa dan ceritanya. Belajar mathematika pun cepat cara menghitung dengan metode hitung jari,” kata Nurdin yang ikut membaca hasil karangan pelajar itu.
Dia juga menyimak cara siswa kelas empat berhitung.
Saat ke Mapur itu, Nurdin meninjau Sekolah Satu Atap SMP N 22 Mapur. Sekolah ini dipimpin Arafah sebagai kepala sekolah. Sekolah ini mempunyai keunikan tersendiri makanya dinamakan Sekolah Satu Atap. Sekolah tersebut juga memiliki sekolah kelas jauh yang berlokasi di kampung berjarak 11 Km dari lokasi sekolah induk.
Di sekolah tersebut proses belajar mengajarnya ada yang dalam satu kelas diisi oleh seorang guru tapi mengajarkan dua kelas murid dengan mata pelajaran dan tingkatan kelas yg berbeda.
Di kelas jauh juga demikian ke seharian dalam proses belajar mengajar di sekolah satu atap tersebut. Hal tersebut dikarenakan gedung sekolah yang masih kurang dan juga guru pengajarnya juga kurang.
Kelas jauh ini ada karena lokasi kampung satunya tidak memungkinkan peserta didik ataupun murid untuk setiap hari menuju ke sekolah induk di SMAN 22 tersebut. Untuk itu anak-anak sekolah yang kelas jauh mereka belajar di SDN 04 Kampung Bebak Mapur.
Gubernur risau begitu mendengar cerita dari para guru akan hal tersebut. Akhirnya memutuskan meninjau langsung melalui jalur darat mengendarai kendaraan roda dua. Jalan terjal berliku naik turun masuk semak-semak hutan belukar sebagian jalan berpasir hal tersebut memang sangat tidak memungkinkan menjadi jalur atau akses bagi peserta didik. Apalagi siswa sekolah yang akan berangkat menuju sekolah induk karena medannya sangat berbahaya.
Setelah menjelajah Mapur, Nurdin langsung ingin ada solusi terbaik untuk akses anak-anak dalam menuju sekolah. Menurut Nurdin, dengan akses jalan yang 11 kilo meter “tidak sehat”, tak memungkinkan dibantu sepeda motor. Jarak 11 km itu memang antara kelas induk dan kelas jauh di Pulau Mapur.
Untuk jangka pendek bisa jadi bagi siswa kelas jauh agar bisa belajar di sekolah induk dapat dibantu angkutan jalur laut. Karena, kata Nurdin di samping jarak tempuh lebih dekat dan aman untuk dilalui. Meski begitu, pelantar yang panjangnya sekitar 500 meter harus dibenahi dahulu.
Dalam jangka panjang, Nurdin ingin jalan di Mapur itu dibangun. Apalagi sangat menunjang anak-anak mendapat akses pendidikan. Apalagi melihat pertumbuhan penduduknya dan lulusan sekolah, diyakini akan ada tambahan sekolah lagi.
Dari sekolah utama ke kelas jauh dengan jalan yang “kurang sehat” itu, dibutuhkan waktu 45 menit. Nurdin yang melakukan peninjauan saat itu pun lamgsung naik kapal. Tapi tidak ada pelabuhan. Untung saat kunjungan itu ada batang kayu seperti bekas tangga. Naiklah Nurdin ke kapal dengan sandaran batang kayu itu di dinding kapal.
Syaiful melambai tangan ketika kapal Nurdin mulai menjauh dari Mapur. Tentu dia berharap ke depan apa yang direncanakan Nurdin cepat terealisasi.(BK/Humas)