beritakepri.id, JAKARTA – Para pemilik kendaraan pasti tahu, setelah melaju beberapa waktu, roda kendaraan perlu diseimbangkan kembali melalui teknik rebalancing di bengkel. Mungkin saja dalam perjalanan, roda sisi kanan mendapatkan tekanan lebih besar atau roda sebelahnya menghantam benda-benda di jalan raya yang membuat keseimbangannya berkurang.
Begitupun dengan berinvestasi di pasar modal. Dalam satu periode, setahun misalnya, bisa saja portofolio yang disusun seorang investor komposisinya berubah karena nilai instrumen yang bergerak dinamis seiring waktu. Ketika seseorang berinvestasi, seringkali tiap aset memiliki tingkat pertumbuhan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, hal ini mengakibatkan komposisi aset-aset penyusun portofolio menjadi berubah, sehingga tidak sesuai dengan yang apa yang awalnya diharapkan.
Istilah portofolio dalam investasi mungkin tidak asing bagi sebagian besar masyarakat. Kedua hal ini saling berkaitan dan memiliki peran penting dalam dunia pasar modal. Portofolio investasi adalah kumpulan aset yang bisa berupa berbagai jenis aset seperti saham, obligasi atau surat utang negara, reksa dana, uang tunai, atau jenis investasi lainnya. Berdasarkan kepemilikan, portofolio investasi bisa dimiliki oleh individu, lembaga keuangan, perusahaan, atau manajer investasi.
Di dalam portofolio investasi bisa terdapat portofolio investasi yang lebih kecil, jika seorang investor berinvestasi ke banyak jenis instrumen dengan karakter yang berbeda-beda. Saat ini akan dibahas contoh portofolio investasi milik investor yang berisi instrumen pasar modal yaitu saham, obligasi dan deposito atau uang tunai.
Portofolio dibuat untuk menetapkan tujuan invetasi dan menyesuaikan antara profil risiko investor, dengan jangka waktu investasi dan hasil investasi yang diharapkan. Contoh, seorang investor merencanakan berinvestasi dalam jangka waktu lima tahun dengan tujuan untuk biaya sekolah anak. Bagi hasil yang diharapkan sebesar 50% selama lima tahun, sehingga nilai uang yang dialokasikan akan cukup untuk kebutuhan yang direncanakan, termasuk memperhitungkan angka inflasi biaya pendidikan di masa datang.
Berdasarkan hasil diskusi dengan penasihat investasi di perusahaan sekuritas tempat investor membuka rekening, individu tersebut disarankan untuk mendistribusikan dana sebesar 70% pada instrumen saham, 20% pada surat utang negara dan obligasi korporasi, selebihnya 10% ditempatkan di deposito. Jika investor tersebut menempatkan senilai Rp100 juta di awal tahun, sebesar Rp70 juta akan dialokasikan untuk saham, kemudian sebesar Rp20 juta dialokasikan pada obligasi, dan selebihnya sebesar Rp10 juta ditempatkan pada rekening deposito bank.
Kemudian, seiring berjalannya waktu, terjadi kenaikan harga pada instrumen obligasi dan saham yang menyebabkan perubahan pada nilai investasi. Misalnya, 70% saham yang ada di portofolio harganya naik menjadi Rp80 juta, sedangkan nilai obligasi dan surat utang menjadi Rp30 juta dan di deposito tetap Rp10 juta. Sehingga komposisinya berubah menjadi saham 66,6%, obligasi dan surat utang 25%, serta deposito 8,3%.
Agar portofolio kembali ke komposisi semula, maka posisi masing-masing instrumen harus dikembalikan ke rasio awal, yaitu sebesar 70:20:10. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menjual obligasi dan atau surat utang dan menambahkan dana investasi ke saham dan deposito yang nilainya berkurang. Dengan demikian, portofolio investasi akan kembali sesuai dengan perencanaan di awal investasi.
Secara umum, akhir tahun adalah waktu yang tepat untuk melakukan rebalancing portofolio. Dengan begitu, komposisi portofolio investasi sudah bisa kembali seimbang seperti di awal tahun. Rebalancing portofolio ini juga bisa dilakukan dalam periode waktu yang lebih singkat, misalnya setiap semester atau setiap kuartal dalam tahun berjalan. Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah agar jika terjadi penurunan harga salah satu instrumen, tidak terlalu berpengaruh terhadap komposisi portofolio yang telah disusun sesuai tujuan investasi. ***
Penulis : Red/Bei
Editor : Edi Sutrisno