beritakepri.id, PORTUGAL — Peran Panglima Awang dalam ekspedisi Magellan mengelilingi dunia perlu terus digali dan diungkapkan. Bukan tak mungkin, orang Melayu itulah justeru pengeliling dunia yang pertama.
Hal itu disampaikan oleh Duta Besar Indonesia untuk Portugal, Ibnu W. Wahyutomo, dalam perbincangan di majelis jamuan makan siang bagi rombongan Riau Rhythm, di Wisma KBRI Portugal di Lisbon, Senin (26/3/2019). Majelis itu juga dihadiri pengkaji sastra dan sejarah Alam Melayu asal Belanda yang kini bermukim di Portugal, Dr. GL Koster.
Dubes Ibnu Wahyutomo menginformasikan, Indonesia akan berperan aktif dalam peringatan 500 tahun ekspedisi Magellan, yang dimulai tahun ini di Portugal. Puncak peran Indonesia dalam peringatan itu dijadwalkan pada tahun 2021.
Menurut beliau, pembentukan panitia nasional untuk peringatan itu sudah dirancang sejak beberapa waktu yang lalu, dan akan dikoordinasikan oleh Kemenko Maritim.
“Ini momen yang bagus untuk mengungkapkan kepada dunia tentang peran kesejarahan yang dimainkan oleh Panglima Awang itu,” kata beliau.
Panglima Awang Alias Enrique
Dokumen Portugis menyebutkan, Panglima Awang adalah seorang pendekar Melayu asal Zamatra (Sumatera) yang berada di Melaka setelah ditaklukkan Portugis (1511). Panglima Awang menyertai Magellan (yang ikut bersama d’Albuquerque menyerang Melaka) kembali ke Eropa. Di lingkungan penjelajah Portugis semasa, Panglima Awang kemudian dikenal dengan nama Enrique.
Ketika ekspedisi Magellan untuk mengelilingi dunia dimulai tahun 1519, Awang alias Enrique berperan sebagai navigator sekaligus penerjemah. Meskipun Magellan orang Portugis (lahir di Sabrosa Portugal bagian utara; bernama: Fernão de Magalhães), ekspedisinya diberangkatkan bukan dari Portugal, tapi dari Sevilla Spanyol.
Dr. Koster dalam perbincangan sambil santap siang di KBRI itu menjelaskan, ada perselisihan antara Magellan dengan penguasa Portugal semasa berkaitan dengan rencana ekspedisi tersebut. Oleh karena itu, Magellan meminta dukungan ke penguasa Spanyol.
“Salah satu hal yang amat menarik adalah bahwa penguasa Spanyol bersedia mendukung Magellan, apabila ada orang Melayu sebagai navigatornya. Itulah Panglima Awang alias Enrique,” jelas Dr. Koster. Pakar sastra dan sejarah Melayu ini sepakat bahwa Panglima Awang adalah di antara tokoh penting dunia, khususnya dalam hal penjelajahan di lautan.
“Sepatutnya, dia mendapat perhatian yang lebih besar dan tempat yang lebih layak, sehingga ketokohannya memancarkan sinar ilham bagi siapa saja, lebih-lebih bagi anak-anak muda Alam Melayu,” kata Koster.
Komunitas Panglima Awang
Tidak ingin imajinasi yang terpantik oleh pembicaraan-pembicaraan santai di majelis makan siang di KBRI Portugal itu selesai di bual saja, pada malam harinya rombongan Riau Rhythm berkumpul di sebuah kedai kopi di pusat kota Lisbon. Sambil minum-minum dalam cuaca Lisbon yang bersahabat, arus diskusi menghala pada agenda nyata yang akan dilakukan sempena peringatan 500 tahun ekspedisi Magellan.
Disimpulkan dan disepakati, sekembalinya ke Riau, komunitas ini akan melakukan eksplorasi kreatif bpengembaraan Panglima Awang, serta memprakarsai majelis kajian mingguan tentang ‘ekspedisi Magellan’ dan jaringan intertekstualnya.(BK/RK)